Tes HIV
Apa yang dimaksud dengan tes HIV ?
Tes HIV adalah suatu tes darah yang digunakan untuk memastikan apakah seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau tidak, yaitu dengan cara mendeteksi adanya antibody HIV di dalam sample darahnya.
Hal ini perlu dilakukan setidaknya agar seseorang bisa mengetahui secara pasti status kesehatan dirinya, terutama menyangkut resiko dari perilakunya selama ini.
Kenapa perlu tes ?
Seperti telah diketahui, penularan HIV dari seseorang yang telah terinfeksi kepada orang lain adalah melalui pertukaran cairan tubuh, yang meliputi darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu (selengkapnya lihat di sub judul "Apakah AIDS Itu?" di halaman situs ini).
Karena itu cara perpindahan HIV dari seseorang kepada orang lain juga sangat spesifik, yaitu :
• Melalui transfusi darah atau produk darah
• Transplantasi organ atau jaringan tubuh
• Pemakaian jarum suntik yang sudah tercemar HIV secara bergantian, misalnya jarum suntik di antara pengguna narkotika
• Pemakaian jarum suntik / alat tajam yang memungkinkan terjadinya luka, secara bergantian tanpa disterilkan, misalnya jarum tato, jarum tindik, peralatan pencet jerawat, dll
• Hubungan seks tidak aman, yang memungkinkan tercampurnya cairan sperma dengan cairan vagina (pada seks vaginal) ; atau cairan sperma dengan darah (pada seks anal)-tanpa penghalang (dalam hal ini kondom)
• Dari seorang ibu hamil yang HIV positif, kepada bayi yang dikandungnya, yaitu melalui jalan lahir dan juga dalam proses menyusui dengan air susu ibu.
Singkatnya, bila seseorang dalam hidupnya pernah melakukan hal-hal berisiko tinggi seperti disebutkan di atas, maka penting bagi dirinya untuk segera melakukan tes HIV, sehingga bisa lebih menjaga perilaku selanjutnya demi kesehatan dirinya sendiri dan pasangannya, serta (calon) anak-anaknya kelak.
Apa gunanya ?
Sebenarnya, semakin cepat kita mengetahui status HIV kita, semakin banyak hal positif yang bisa kita lakukan dalam hidup ini. Banyak orang yang selama ini tidak menyadari resiko perilakunya terhadap kemungkinan tertular atau pun menularkan HIV, dan karena tidak segera menjalani tes HIV perilakunya tetap saja berisiko tinggi. Hal ini tentunya berkaitan erat dengan kesadaran untuk menjaga kesehatan diri sendiri, pasangan maupun (calon) anak-anak .
Secara umum tes HIV juga berguna untuk mengetahui perkembangan kasus HIV/AIDS serta untuk meyakinkan bahwa darah untuk transfusi dan organ untuk transplantasi tidak terinfeksi HIV.
Bagaimana prosedurnya ?
Tes HIV harus bersifat :
Sukarela : artinya bahwa seseorang yang akan melakukan tes HIV haruslah berdasarkan atas kesadarannya sendiri, bukan atas paksaan / tekanan orang lain. Ini juga berarti bahwa dirinya setuju untuk dites setelah mengetahui hal-hal apa saja yang tercakup dalam tes itu, apa keuntungan dan kerugian dari testing, serta apa saja impilkasi dari hasil positif atau pun hasil negatif.
Rahasia : artinya, apa pun hasil tes ini nantinya (baik positif maupun negatif) hasilnya hanya boleh di beritahu langsung kepada orang yang bersangkutan. Tidak boleh diwakilkan kepada siapa pun, baik orang tua, pasangan, atasan atau siapapun.
Di samping itu hasil tes HIV juga harus dijamin kerahasiaannya oleh pihak yang melakukan tes itu (dokter, rumah sakit, atau labratorium) dan tidak boleh disebarluaskan.
Mengingat begitu pentingnya untuk memperhatikan Hak Asasi Manusia di dalam masalah tes HIV ini, maka untuk orang yang akan melakukan tes harus disediakan jasa konseling, yaitu :
Konseling pre-test :
yaitu konseling yang dilakukan sebelum darah seseorang yang menjalani tes itu diambil. Konseling ini sangat membantu seseorang untuk mengetahui risiko dari perilakunya selama ini, dan bagaimana nantinya bersikap setelah mengetahui hasil tes. Konseling pre-test juga bermanfaat untuk meyakinkan orang terhadap keputusan untuk melakukan tes atau tidak, serta mempersiapkan dirinya bila hasilnya nanti positif.
Konseling post-test :
yaitu konseling yang harus diberikan setelah hasil tes diketahui, baik hasilnya positif mau pun negatif. Konseling post-test sangat penting untuk membantu mereka yang hasilnya HIV positif agar dapat mengethui cara menghidnari penularan pada orang lain, serta untuk bisa mengatasinya dan menjalin hidup secara positif. Bagi merek yang hasilnya HIV negatif, konseling post-test bermanfaat untuk memberitahu tentang cara-cara mencegah infeksi HIV di masa datang.
Perlu diperhatikan bahwa proses konseling, testing dan hasil tes harus dirahasiakan.
Khusus tentang aspek kerahasiaan ini perlu diperhatikan bahwa masalah kerahasiaan biasanya disikapi dengan cara yang berbeda di setiap tempat. Di beberapa komunitas, kerahasiaan diartikan sebagai jangan pernah memberi tahu siapa pun tentang status HIV Anda , tetapi kerahasiaan (secrecy) seperti ini berbeda dengan confidentiality.
Secrecy dapat meningkatkan kesan bahwa HIV adalah hal yang tabu dibicarakan. Adalah penting diingat untuk tidak mendiskusikan status HIV seseorang tanpa ijin mereka, tetapi penekanan yang berlebihan pada kerahasiaan individu dapat menyebabkan kesulitan bagi orang tersebut untuk mendapatkan dukungan yang tepat. Hal ini perlu dipecahkan melalui beberapa cara, misalnya memberi informasi tentang HIV secara lebih baik kepada masyarakat, menganjurkan orang untuk berbagi tentang hasuk tesnya dengan orang yang mereka percaya, menganjurkan keterbukaan tentang sebab kematian, dan pada saat yang bersamaan menghormati hak asasi orang dengan HIV dan mencegah stigma dam diskriminasi.
Jika seseorang tidak memberi tahu orang lain bahwa ia memiliki HIV, mereka bisa lebih cemas dan terisolasi. Dukungan sosial bisa membantu dalam menjaga agar orang tetap sehat dan bisa menurunkan tingkat stresnya, dan bisa dilakukan oleh keluarga dan lingkungan.
Untuk alasan-alasan tersebut, program-program di beberapa negara Asia dan Afrika menawarkan bentuk kerahasian yang lebih sesuai dengan budaya setempat. Hal ini meliputi 'kerahasiaan yang dibagi' yang menggunakan konselor 'awam' (orang yang telah dipercaya, yang telah dilatih dalam hal konseling) daripada konselor professional; konseling dan testing pasangan; serta konseling kelompok dan pendidikan masyarakat untuk menghilangkan stigma terhadap HIV dan AIDS.
Cara kerja tes ?
Jika seseorang terinfeksi oleh suatu virus, maka tubuhnya akan memproduksi antibodi untuk melawan infeksi tersebut. Antibodi ini diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh. Antibodi jauh lebih mudah dideteksi daripada virusnya.
Sebagian besar tes antibodi HIV mendeteksi antibodi terhadap HIV dalam sample darah. Jika tidak ada antibodi yang terdeteksi, hasilnya adalah seronegatif atau HIV negatif. Sebaliknya, jika ada antibodi terhadap HIV, berarti hasilnya seropositif atau HIV positif.
Walau pun demikian, suatu tes bisa saja memberi hasil negatif bila orang yang dites baru saja terinfeksi. Hal ini dapat terjadi karena tubuh kita membutuhkan waktu beberapa minggu untuk mulai menghasilkan antibodi sejak terjadinya infeksi. Antibodi biasanya dapat dideteksi sekitar 3-8 minggu setelah terinfeksi, dan masa ini disebut periode jendela (window period). Dalam masa seperti ini, bisa saja seseorang mendapatkan hasil tes negatif karena antibodinya belum terbentuk sehingga belum dapat dideteksi , tapi ia sudah bis menularkan HIV pada orang lain lewat cara-cara yang sudah disebutkan terdahulu.
Tes darah yang dilakukan biasanya menggunakan tes ELISA (enzyme linked immunosorbent assay) yang memiliki sensitivitas tinggi - namun spesifikasinya rendah. Bila pada saat tes ELISA hasilnya positif, maka harus dikonfirmasi dengan tes Western Blot, yaitu jenis tes yang mempunyai spesifikasi tinggi namun sensitivitasnya rendah. Karena sifat kedua tes ini berbeda, maka biasanya harus dipadukan untuk mendapatkan hasil yang akurat.
Selain kedua jenis tes tadi, ada juga jenis tes lain yang mampu mendeteksi antigen (bagian dari virus), yaitu NAT (nucleic acid amplification technologies) dan PCR (polymerase chain reaction).
Dimana bisa tes melakukan tes HIV ?
Hingga saat ini belum semua rumah sakit menyediakan fasilitas untuk tes HIV ini. Biasanya di setiap rumah sakit besar propinsi bisa membantu untuk ini.
0 komentar