Theresia Dwiaudina, Dewi Kesehatan dari Indonesia Timur
Bukan rahasia
lagi, kesehatan itu mahal harganya. Maka dari itu, setiap kali saya mengantar
ibu saya ke rumah sakit, selalu banyak orang yang mengantri demi dapat diobati
oleh dokter, sesuai dengan jenis penyakit yang diderita. Tentu, itu sepintas
cerita di sekitar saya, di mana di kota ini, masih terdapat banyak puskesmas,
klinik, juga rumah sakit. Namun bagaimana nasib para warga, khususnya para ibu
hamil di desa terpencil, yang tak memiliki tenaga kesehatan?
Cerita
demikian, mendorong Theresia
Dwiaudina Sari Putri, setelah menyelesikan pendidikan Diploma 3
Kebidanan dari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Surabaya pada tahun 2016, dia memutuskan
untuk kembali dan mengabdi di kampung halamannya, Desa Kekandere,
Nangapanda, Nusa Tenggara Timur. Memang karena sudah didasari oleh
niat tulusnya untuk mengabdi di desanya, meski hanya digaji kecil, perempuan
yang akrab disapa Dinny ini, mengaku Ikhlas.
Sesuai dengan bidang keilmuan yang telah
dipelajarinya di bangku kuliah, Dinny secara rutin, memeriksa kehamilan para
ibu hamil di banyak desa lainnya di Kecamatan Nangapanda, sampai akhirnya pada
tahun 2017, Dinny dikontrak sebagai bidan desa, di Desa Uzuzozo, Nusa Tenggara
Timur.
Desa Uzuzozo yang terletak di Kecamatan
Nangapanda, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur ini, memiliki lokasi yang jauh
dan terpencil dengan akses jalan yang sulit, sehingga tenaga kesehatan, tidak banyak
yang mau bertugas di sana. Sedihnya, ketika Dinny pertama kali dating ke sana,
para ibu hamil, melahirkan dengan bantuan dukun beranak, pun anak-anak di sana,
banyak yang mengalami stunting. Padahal, melahirkan dengan bantuan dukun
beranak, sangat beresiko, paling jauh, bisa menyebabkan kematian.
Lambat laun, dengan hadirnya Dinny di sana, sebuah perubahan pun terjadi, di mana dengan sabar dan telaten, Dinny dengan serius mengabdi sesuai keilmuannya, memberi pelajaran dan pengertian kepada warga, khususnya ibu hamil tentang nutrisi yang aman dan sehat bagi calon bayi, juga pola asuh yang baik bagi bayi yang telah lahir Jadi hingga sekarang, mereka memeriksakan kesehatannya kepada tenaga kesehatan. Hal tersebut, diikuti pula dengan angka bayi stunting yang menurun.
Sampai 2024 ini, terhitung sudah 7 tahun Dinny mengabdikan dirinya menjadi bidan desa di Desa Uzuzozo, Nusa Tenggara Timur. Tentu perubahan sudah banyak terjadi di desa tersebut dengan adanya sumbangsih dan dedikasi Dinny di bidang kesehatan, termasuk juga kepada para lansia.
Masalah kesehatan ini cukup kompleks dan serius, bukan? 7 tahun yang dilewati Dinnya, bukan hal yang mudah. Hal ini membuktikan, masih banyak desa di Indonesia, yang memerlukan tenaga kesehatan agar masyarakat pedesaan, lebih cepat tertangani masalah kesehatannya, serta diberikan pencerahan bagaimana pengelolaan lingkungan yang sehat, bagi anak cucu mereka kelak.
Untuk itu, pemerintah harus membangun akses jalan yang mudah dan fasilitas kesehatan yang memadai, hingga tenaga kesehatan dari kota, mau mengabdikan dirinya di desa-desa terpencil ini untuk merawat warga yang membutuhkan akses kesehatan yang cepat.
Kisah
inspiratif dari Theresia Dwiaudina Sari Putri, seorang putri dari Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur ini, memang
layak mendapatkan penghargaan dari SATU
Indonesia Award tahun 2023, karena diharapkan dapat mengapresiasi banyak
generasi muda untuk melakukan yang semestinya.
SATU
Indonesia Award adalah program pemberian
apresiasi untuk generasi muda Indonesia yang berprestasi dan mempunyai
kontribusi positif untuk masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Pada tahun 2023,
SATU Indonesia Award memasuki tahun ke-14 sejak pertama kali digelar pada tahun
2010.
0 komentar