Theresia Dwiaudina, Dewi Kesehatan dari Indonesia Timur


Gambar dari: https://www.instagram.com/dwiaudn_/

Bukan rahasia lagi, kesehatan itu mahal harganya. Maka dari itu, setiap kali saya mengantar ibu saya ke rumah sakit, selalu banyak orang yang mengantri demi dapat diobati oleh dokter, sesuai dengan jenis penyakit yang diderita. Tentu, itu sepintas cerita di sekitar saya, di mana di kota ini, masih terdapat banyak puskesmas, klinik, juga rumah sakit. Namun bagaimana nasib para warga, khususnya para ibu hamil di desa terpencil, yang tak memiliki tenaga kesehatan?

Cerita demikian, mendorong Theresia Dwiaudina Sari Putri, setelah menyelesikan pendidikan Diploma 3 Kebidanan dari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Surabaya pada tahun 2016, dia memutuskan untuk kembali dan mengabdi di kampung halamannya, Desa  Kekandere, Nangapanda, Nusa Tenggara Timur. Memang karena sudah didasari oleh niat tulusnya untuk mengabdi di desanya, meski hanya digaji kecil, perempuan yang akrab disapa Dinny ini, mengaku Ikhlas.

Sesuai dengan bidang keilmuan yang telah dipelajarinya di bangku kuliah, Dinny secara rutin, memeriksa kehamilan para ibu hamil di banyak desa lainnya di Kecamatan Nangapanda, sampai akhirnya pada tahun 2017, Dinny dikontrak sebagai bidan desa, di Desa Uzuzozo, Nusa Tenggara Timur.

Desa Uzuzozo yang terletak di Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur ini, memiliki lokasi yang jauh dan terpencil dengan akses jalan yang sulit, sehingga tenaga kesehatan, tidak banyak yang mau bertugas di sana. Sedihnya, ketika Dinny pertama kali dating ke sana, para ibu hamil, melahirkan dengan bantuan dukun beranak, pun anak-anak di sana, banyak yang mengalami stunting. Padahal, melahirkan dengan bantuan dukun beranak, sangat beresiko, paling jauh, bisa menyebabkan kematian.

Lambat laun, dengan hadirnya Dinny di sana, sebuah perubahan pun terjadi, di mana dengan sabar dan telaten, Dinny dengan serius mengabdi sesuai keilmuannya, memberi pelajaran dan pengertian kepada warga, khususnya ibu hamil tentang nutrisi yang aman dan sehat bagi calon bayi, juga pola asuh yang baik bagi bayi yang telah lahir Jadi hingga sekarang, mereka memeriksakan kesehatannya kepada tenaga kesehatan. Hal tersebut, diikuti pula dengan angka bayi stunting yang menurun.


gambar dari: https://www.instagram.com/rumah.millennials

Sampai 2024 ini, terhitung sudah 7 tahun Dinny mengabdikan dirinya menjadi bidan desa di Desa Uzuzozo, Nusa Tenggara Timur. Tentu perubahan sudah banyak terjadi di desa tersebut dengan adanya sumbangsih dan dedikasi Dinny di bidang kesehatan, termasuk juga kepada para lansia.

Masalah kesehatan ini cukup kompleks dan serius, bukan? 7 tahun yang dilewati Dinnya, bukan hal yang mudah. Hal ini membuktikan, masih banyak desa di Indonesia, yang memerlukan tenaga kesehatan agar masyarakat pedesaan, lebih cepat tertangani masalah kesehatannya, serta diberikan pencerahan bagaimana pengelolaan lingkungan yang sehat, bagi anak cucu mereka kelak.

Untuk itu, pemerintah harus membangun akses jalan yang mudah dan fasilitas kesehatan yang memadai, hingga tenaga kesehatan dari kota, mau mengabdikan dirinya di desa-desa terpencil ini untuk merawat warga yang membutuhkan akses kesehatan yang cepat.


gambar dari https://www.rri.co.id/

Kisah inspiratif dari Theresia Dwiaudina Sari Putri, seorang putri dari Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur ini, memang layak mendapatkan penghargaan dari SATU Indonesia Award tahun 2023, karena diharapkan dapat mengapresiasi banyak generasi muda untuk melakukan yang semestinya.

SATU Indonesia  Award adalah program pemberian apresiasi untuk generasi muda Indonesia yang berprestasi dan mempunyai kontribusi positif untuk masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Pada tahun 2023, SATU Indonesia Award memasuki tahun ke-14 sejak pertama kali digelar pada tahun 2010. 

 

 


You Might Also Like

0 komentar

Mengenai Saya

Foto saya
Just an ordinary girl who wanna be a woman someday

Translate