Komentar Tentang Seks dan Perempuan: Jangan Pernah Sebut Suka Sama Suka!

13891501171867580999
Ilustrasi/Admin (Shutterstock)
Adalah suatu fakta yang tak terbantahkan, berbicara tentang seks masih dianggap tabu, apalagi untuk dituliskan di ranah publik (baca: media sosial). Banyak pembaca yang merasa malu hingga tak segan untuk tiba-tiba marah atau menghakimi si penulis. Tapi, pembaca ini hanya membaca judul, tanpa mau meluangkan waktu dan pikirannya untuk membaca sekaligus memahami maksud tulisan. Kalaupun sudah membaca semua, tapi tetap saja, si pembaca ini bersikeras untuk menasehati si penulis. Sudah dijelaskan oleh si penulis, namun tetap saja, akibat doktrinisasi seks itu memalukan, jorok, dan merupakan suatu yang salah hingga tak boleh diperbincangkan di ranah publik, yang ada di pikiran si pembaca, si pembaca ini terus “menyerang” si penulis. Melihat fakta lapangan yang demikian, saya pun akhirnya menuliskan ini.

Seks Itu Memalukan!
wow… benarkah? Apalagi yang membahasnya adalah seorang perempuan berkerudung. Ini memalukan!
Wah… saya jadi ingat sama perseteruan antara saya dan salah seorang mantan teman dekat, dulu. Saat itu, saya bacakan sebuah puisi yang menggunakan kata-kata yang berkaitan dengan alat kelamin. Tiba-tiba, si teman itu marah-marah dan mengatakan bahwa itu adalah hal yang memalukan. Sudah saya jelaskan, maksud dari puisi itu adalah sebuah realita yang pernah dilakukan seseorang, tapi sengajak ditutup-tutupi. Namun, bahasa puisi terkadang memang kontroversial buat ‘katak di bawah tempurung’. Eh,,, dianya makin marah. Sontoloyo ini orang, sudah saya jelaskan dan jujur saja menghabiskan waktu saya, malah yang saya dapatkan hanya balasan amarah. Akhirnya saya bilang saja, “gak suka seks, gak punya anak!” Dan teleponpun saya matikan.
*
Seks itu memalukan memang fakta yang tak terbantahkan. Namun, harus kita telusuri dulu, mengapa ini bisa memalukan? Toh, Memalukan itu tergantung pelakunya. Pelakunya ini siapa?
Pelakunya adalah pemerkosa, pelaku seks beresiko (PSK dan gigolo) dan pelaku pelecehan seksual lainnya, misalnya lewat internet. Makanya, stereotype yang berkembang sekarang juga banyak yang mengatakan bahwa seks itu adalah sebuah kesalahan.
Padahal tidak, kok! Terlebih bagi mereka para PSK dan Gigolo. Kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan “kedinasan” mereka. Itu mereka lakukan karena tuntutan ekonomi. Mau tidak mau, mereka melakukannya demi mengais rupiah, apalagi si ibu ini melakukannya karena sebab yang yang merupakan fakta. Seperti tulisan saya yangini.
Setelah itu, korban pemerkosaan juga tak jarang dianggap aib. Maka dari itu, hal ini dianggap adalah hal yang memalukan. Belum lagi yang katanya melakukan hubungan seks atas dasar suka sama suka. Wah… saya bisa bilang, tak ada seorang perempuanpun yang mengatakan atas dasar suka sama suka, seperti yang diungkapkan seorang teman yang sangat merasa bersalah karena pernah melakukan hubungan seks itu dengan mantan pacarnya, sebutlah namanya Ani.
Jangan Pernah Mengatakan, Suka sama suka!
Suatu hari, saat saya sedang sendirian di rumah, Ani pun ke rumah. Setelah makan siang, kami ngobrol panjang lebar dan tentunya saya mendengarkan curhatannya.
Lalu, saya menanyakan kepadanya, “waktu kau ngelakuin itu sama si B dulu, kau suka gak?”
Anipun menjawab, “Mana ada perempuan yang mau apalagi suka ngelakuin itu diluar nikah.”
Malamnya, ada seorang teman juga yang ke rumah, Sari. Saya kan memancing dia untuk menceritakan aktifitas seksualnya. Setahu saya, dia tak pernah melakukan apa-apa. Namun ternyata, mendengar pengakuannya bukannya malah membuat saya terkejut, justru membuat saya semakin penasaran.
Saya bertanya, “menurutmu, perempuan yang begituan sebelum menikah, bisa dibilang suka sama suka?”
Iapun menjawab, “sakit jiwa itu yang bilang suka sama suka. Gak ada itu, Da!”
Terus saya nanya lagi, “kau sendiri, selama pacaran, gimana?”
“Aku pernah kok, tapi yang standar ajalah, gak sampai ML. Zaman sekarang gitu. Tapi, aku ‘gak suka dipaksa. Dan syukurnya, pacar aku yang sekarang, gak maksa. Beda sama yang dulu. Kalau yang dulu, si C itu maksa. Saat aku gak mau, malah dia maksa. Kalau aku gak mau, dia marah dan ujung-ujungnya berantem.” Jelasnya.
*
Ada pertanyaan, “tapi mereka kelihatannya suka-suka saja. Malah menikmati. Gimana gak disebut suka sama suka?” Jawaban saya, memang mereka melakukan itu. Namun mesti ditanya lagi, apakah mereka perempuan murni merelakan keperawanan mereka bukan untuk lelaki sahnya?
Adalah salah bila kita dengan gampangnya mengatakan beikut menyalahkan mereka dengan sebutan suka sama suka. Dikatakan oleh Ayu Utami di sini, “Kita belum tahu apakah pemaksaan dalam makna tradisional memang terjadi. Tapi, dugaan bahwa ada hubungan seks yang tidak adil, tidak ditunaikan dengan cara-cara apik dan manusiawi―dan karenanya menjadi tidak menyenangkan bahkan terasa cabul―sah sebagai kasus hukum. Kita tidak bisa lagi berlindung di balik “suka sama suka”. Itu pandangan yang terlalu sempit.”
Adalah suatu ketidakadilan bagi seorang perempuan jika disebut suka sama suka. Tentu saja, tak ada rela begituan. Tak ada seorang perempuan yang mau dijadikan objek seks yang tak halal dan legal. Kalaupun dia yang mau melakukannya, ini juga mesti diliat faktor pendukungnya. Semisal :
- Sebelum melakukan itu sama si pacar yang sekarang, si perempuan ini pasti pernah melakukan ini sama yang terdahulu. Makanya, begitu diajak sama yang sekarang, dia mau saja melakukannya, namanya juga sudah Addict, yaaa… seperti pecandu Narkoba.
- Atau, dia memang tak pernah melakukan sama siapapun, namun karena seringnya ia melihat video yang membuatnya penasaran, makanya begitu dipancing, dia langsung mau. Lagi-lagi, karena Addict tadi.
- Kejadian ini tak luput dari peran orang tua dan guru yang mungkin kurang dalam memberikan pengetahuan soal seks dari ranah norma Agama, kesusulaan, kepatutan, dan juga kesopanan. Kan, seorang anak ini terlahir bagai selembar kertas putih, bila dicekoki dengan pemahaman yang baik dari orang tua dan guru, dia juga akan menjadi manusia yang baik. Begitu juga sebaliknya.
Perempuan sehat, tak ada yang mau disebut hubungan seks yang sudah terlanjur dilakukan itu atas dasar suka sama suka. Dari kedua aktifitas yang disebutkan teman saya di atas, terbukti kalau mereka tidak mau disebut demikian. Penyebabnya yaitu mereka akan dikejar rasa bersalah yang tentunya menyerang sisi psikologis mereka, hingga tak jarang, para PSK yang kehilangan keperawanannya, merasa hidupnya tak berarti, jadi terlanjur basah, ya berenang saja sekalian. Toh selain mendapat kepuasan akibat Addict tadi, mereka juga mendapatkaan materi.
*
Memang hal demikian adalah yang dipikirkan oleh mereka yang pikirannya pendek. Tentu saja, bila mereka yang sudah tahu kerugiannya, pasti tak mau melakukan hal itu. Jadi, kalau boleh saya sarankan kepada teman-teman yang sudah punya pacar tapi sudah kebelet, diajak nikah saja. Biar si Seks tadi Halal di mata Agama juga legal di mata hukum.
Buat yang salah menafsirkan dan suka menyebut hubungan seks diluar pernikahan itu, “suka sama suka”, memang harus dibentur-benturkan lagi pikiran dan perasaannya sebelum asal sebut. Tak ada seorang perempuanpun yang rela disebut demikian. Jadi, dari pada ngomong untuk orang, lebih baik lagi jika itu bisa menjadi cermin dalam hidup kita. Satu lagi, untuk pembaca. Alangkah baiknya, jika kita memahami betul isi tulisan sebelum kita menghakimi si penulis. []

You Might Also Like

0 komentar

Mengenai Saya

Foto saya
Just an ordinary girl who wanna be a woman someday

Translate