Marak Penipuan Investasi Online. Negara Ngapain?
6/recent/ticker-posts

Marak Penipuan Investasi Online. Negara Ngapain?

 


https://jagafakta.semarangkota.go.id/2023/09/14/hati-hati-hoax-investasi-online/


Di era digital seperti sekarang, segala kemudahan, dapat diperoleh dengan online, dari mulai baca berita online, resep online, pesan kendaraan dan makanan online, cari jodoh online, sampai investasi online. Tapi untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, meski kita sudah berniat baik, ada saja kemalangan yang kita dapatkan, salah satunya yaitu penipuan online, khususnya investasi online.

Penipuan investasi online ini, salah satu jenis penipuan online yang paling merugikan, karena melibatkan sejumlah uang. Ciri-ciri awalnya:

  • Menghubungi calon korban lewat telepon lalu berbicara cukup manis dan mengabarkan hal-hal baik melalui telepon.
  • Mengabarkan pesan keberuntungan melalui pesan Whatsapp dan Telegram, dengan iming-iming uang atau memperoleh hadiah
  • Membuat pekerjaannya mudah diselesaikan.
  • Memancing calon korban dengan membuatnya percaya dapat menghasilkan uang dengan mudah dalam sehari.
  • Menggunakan logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) di websitenya dan telegram/whatsapp orang yang chat ke calon korban.

Kemudian jika kita sudah mulai ikut permainannya, di sini kita sudah menjadi korban, lalu mereka akan:

  • Meminta korban membuat akun di sebuah situs yang katanya akan digunakan untuk investasi.
  • Situs yang digunakan, terdiri dari huruf yang acak-acakan/tak terbaca, berikut websitenya tak memiliki desain yang menarik.
  • Calon korban akan diminta dan ditekan untuk terus-menerus mentransfer sejumlah uang ke rekening yang dituju oleh si penipu, hingga menjadi korban.
  • Korban diberikan ancaman, jika tak menyelesaikan pekerjaan, akan dilaporkan ke yang berwajib alias polisi.
  • Korban diberikan instruksi yang tidak jelas. Kalau korban bertanya, hanya dikatakan, "Cepat kerjakan, karena waktunya terbatas atau dana yang sudah masuk, tak dapat ditarik lagi.
  • Membuat korban merasa tersudut dengan memarahi korban, memojokkan korban, seolah-olah korban sudah bersalah.

Saya jadi korbannya!

Awalnya saya malu menuliskan ini. Ini aib buat saya. Tapi setelah saya mencoba menerima dan menenangkan diri, akhirnya saya tuliskan juga. Tujuan saya menuliskan ini, agar korban tak lagi bertambah, apalagi pihak kepolisian tidak berbuat apa-apa dan sedari awal juga, pihak Bank sudah mengatakan hanya melakukan investigasi, tanpa menjanjikan pengembalian dana kepada saya. Singkatnya, setiap saya tanyakan ke pihak Bank, alasannya selalu karena uangnya sudah habis ditarik oleh si penipu.

Kejadian ini terjadi pada 14 Februari 2025 lalu. Ciri-ciri di atas adalah yang sebenar-benarnya  saya alami. Saya sudah habis-habisan  karena telah mengecewakan diri sendiri dan keluarga. Saya juga lelah, bolak balik ke kantor polisi dan bank, termasuk ke percetakan untuk mencetak bukti-bukti yang diminta oleh polisi dan berkali-kali mengirim e-mail ke bank, karena polisi diminta oleh bank untuk membuat surat tanda laporan polisi, sesuai arahan dari bank yang bersangkutan. Tetap tidak ada hasil. Uang saya raib.


Bagaimana ceritanya?


14 Februari 2025, tiba-tiba saya mendapatkan pesan di whatsapp untuk mengerjakan satu pekerjaan mudah yaitu cuma mengambil screenshot 1 postingan di tiktok. Kemudian setelah saya serahkan, saya diminta nomor rekening, lalu dikirimkan uang Rp 50.000. Sebut saja ini sebagai welcome gift. Lalu saya diarahkan ke salah satu akun telegram. Di sini, saya diminta screenshot lagi. Dari pukul 15.00 wib saya mulai sampai kira-kira pukul 22.00 malam, saya menerima sekira Rp 160.000. tugas screenshotnya masih sama, random dan mudah.


Keesokan harinya, setelah saya melakukan 2 screenshot postingan, tiba-tiba dikatakan, untuk melanjutkan ke tugas berikutnya, saya diminta untuk investasi teringan yait sejumlah Rp 150.000 agar mendapatkan pengembalian Rp 195.000. Di tahap ini, saya mendapatkan Rp 195.000 tersebut. Kemudian berlanjut terus investasi itu sampai di tahap Rp 5.000.000. semua diarahkan oleh orang yang mengaku sebagai guru tersebut.

Seperti terhipnotis, saya masih melakukan transfer sampai ke tahap Rp 5.000.000 karena menurut mereka saya melakukan kesalahan jadi akun saya terblokir. Demi membukanya, saya diminta transfer 10.000.000 agar bisa menarik dana yang sudah saya transfer berkali-kali. Katanya total dana yang sudah terkumpul kira-kira Rp 23.000.000 dengan labanya. Mengingat jumlah yang sudah begitu banyak, masih saya transfer yang Rp 10.000.000.

Lalu diberi tahapan untuk melakukan penarikan dana. Dana pertama yang bisa saya tarik, Rp 500.000. Pada pesan tersebut, diinstruksikan, dana xxx 500.000, lalu penarikan dana pertama 500.000, lalu selanjutnya Rp 7.000.000. Saya kira, penarikan dana berikutnya, 500.000. Ternyata saya salah. Seharusnya katanya saya diminta tarik yang Rp 7.000.000. Dana xxx itu tidak disebutkan boleh ditarik atau tidak. Ketika saya bertanya sebelumnya, cuma dikatakan ikuti intruksinya dengan cepat karena waktunya dibatasi 5 menit. Saya panik.

Singkat cerita, Minggu 16 Februari 2025, seperti yang saya uraikan di atas, uang saya tidak dapat ditarik lagi, dengan berbagai alasan yang disampaikannya. Saya dimara-marahi oleh si penipu sialan ini, seolah-olah saya bermain-main dengan uang saya. Saya dipojokkan dan diancam terus.

Disampaikan lagi olehnya, akun saya sudah terblokir akibat saya melakukan kesalahan. Investasi yang saya kira mudah, dipermainkan oleh si penipu ini dengan menekan mental saya, menakut-nakuti saya. Karena saya sudah takut sekali, saya sampai mohon-mohon agar uang saya dikembalikan, setengahnya saja. Saya beralasan, nanti akan saya investasikan ulang. Tapi memang, namanya penipu sialan ini, lebih pintar. Uang saya tetap tak dikembalikan satu rupiahpun.

Sial, benar-benar seperti dihipnotis, saya tadinya menurut saja saat diminta transfer. Saya tersadar ini merupakan penipuan karena dia kembali meminta ditransfer sejumlah uang, agar akun saya bisa dibuka blokiranya oleh dia. Minimal dia minta Rp 30.000.000. Tentu saja saya katakan saya sudah tak bisa transfer lagi, sampai memang dia bilang saya telah kehilangan kesempatan membuka akun saya.  Saya sudah pasrah di sini. Saya kembali meminta maaf kepada keluarga saya. Saya menangis sejadi-jadinya.

Berhari-hari si penipu sialan ini bertanya bagaimana, apa sudah bisa saya transfer lagi? Katanya sebagai refund. Apanya yang mau di-refund? Katanya agar saya bisa menarik dana saya. Namun kali ini jumlahnya menjadi Rp 3.000.000 dan saya diberi password baru. Saya tak percaya sekali tarik bisa langsung semua. Seperti sebelumnya, uang yang dia minta, pasti akan meningkat terus.

Senin, 17 Februari 2025, saya bertanya kepada beberapa teman. Lalu saya mengatakan akan lapor polisi. Tahu apa yang dikatakan teman saya? Persis seperti yang selalu digaungkan netizen di dunia maya, percuma lapor polisi.

Bukan tanpa sebab mereka berkata demikian. Salah satu berkata, pernah ada kasus yang sama, sudah lapor polisi. Sekarang sudah 3 tahun tapi belum ada penyelesaian. Dananya sampai Rp 125.000.000. Yang lain berkata, ini malingnya sudah pasti "lulusan" Kamboja, jadi memang susah. Polisipun tidak bisa melakukan apa-apa. Sudahlah, ikhlaskan saja. Masih kata teman saya, maling lulusan Kamboja ini, orang Indonesia juga yang entah berada di mana. Setelah sukses mengenyam pendidikan maling di Kamboja, mereka kembali ke Indonesia, melakukan praktek.

Kemudian ada cerita lagi, ada yang sudah rugi Rp 10.000.000 tapi terpaksa mengikhlaskan, karena ongkos juga akan lebih mahal lagi. Jadi dihitung-hitung, semakin rugi. Di sini saya sudah mulai pesimis, meski kerugian saya tak sampai ratusan juta.

Namun karena saya masih penasaran, Rabu 19 Februari 2025, saya laporkan ke salah satu Bank yang saya gunakan, melalui chat di whatsapp dan e-mail. Kemudian saya diminta mengirimkan foto copy KTP, bukti transaksi, surat kronologis kejadian, surat permintaan blokir bertanda tangan (kalau kerugian di atas Rp 5.000.000 wajib bermaterai), dan surat perintah blokir dari kepolisian. Dua surat terakhir, boleh menyusul. Jadinya pada hari Kamis, 20 Februari 2025, saya ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polsek terdekat. Setelah saya ceritakan kejadiannya, saya diminta untuk menyiapkan fotokopi KTP, bukti chat sama si penipu, juga bukti transaksi dari Bank. Segala rincian dana yang habis, sudah saya serahkan kepada kepolisian dan bank.

Segera saya ke salah satu Bank yang cabangnya ada di kota saya, kembali menceritakan kronologi kejadian agar dikeluarkan bukti transaksi. Bank yang satu, bank Online, jadi harus lewat email. Masih saya sabar juga menyelesaikan permintaan Bank yang memakan waktu berhari-hari dan kembali mengulang kronologi ceritanya kepada penyidik dan pengetik suratnya di kepolisian. Singkat cerita, Jum'at 27 Februari 2025, surat keterangan kehilangan dari kepolisian, saya dapatkan juga, kemudian saya serahkan kembali ke dua bank tersebut.

Setelah semua usaha saya, jalan ke sana ke sini dengan kondisi disabiltas yang saya alami, termasuk mengulang-ulang kronologi cerita kepada semua pihak, apa yang saya dapatkan? Tidak ada kabar dari pihak kepolisian. Bahkan sampai 11 April 2025 saya kembali ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) di area saya. Ibu yang menerima saya di SPKT tersebut mengatakan, tugas SPKT hanya membuat surat permintaan Bank. Malah saya disuruh kembali ke Bank, guna menayakan bagaimana kebijakan Bank tentang penipuan online ini, mengingat korbannya sudah banyak. Lalu dikatakan juga, laporan seperti saya, seharusnya dilaporkan ke Kepolisian Daerah (Polda) pada unit kejahatan siber, yang akan melakukan tugasnya.

Seperti arahan ibu polisi tersebut, saya kembali ke Bank dan bertanya pertanyaan yang sama, Apakah Bank tidak punya sistem keamanan yang betul-betul aman guna mencegah hal seperti ini terulang lagi? sekaligus meminta dana saya dikembalikan, berapapun yang ada. Namun tentu saja, jawabannya sudah bisa ditebak.

Saya tahu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) sudah melakukan sosialisasi terkait penipuan online ini. Namun kalau kembali dan lagi lagi memakan korban, apakah Bank dan OJK tak punya sistem perlindungan khusus untuk melindungi dana masyarakat yang ditabung? Apa gunanya masyarakat menabung di Bank kalau tak aman juga?

Apakah SPKT Polsek tidak berkoordinasi dengan Kepolisian Daerah (Polda) soal laporan-laporan seperti ini? Seharusnya jika ada kasus seperti ini, SPKT langsung berkoordinasi dengan Polda dan melakukan pengejaran, berdasarkan kronologi yang diceritakan oleh korban. Lacak si penipu-penipu itu di mana. Jadi sebelumnya saya ditanya-tanya oleh penyidik dan diminta serahkan bukti, untuk apa? Sia-sia saja rasanya saya ceritakan kronologisnya.

Seperti yang sudah saya katakan, saya sudah kehabisan banyak dana dengan kondisi saya juga tak memungkinkan untuk bolak balik ke Polda yang cukup jauh dari tempat tinggal saya. Apakah saya harus mengeluarkan uang kira-kira Rp 200.000 untuk PP sekali jalan ke Polda? Ini mengingat lokasi tempat tinggal saya yang cukup jauh dari Polda.

Kalau saya nonton di film dan series, polisinya selalu sigap melindungi masyarakat. Melakukan pengejaran kepada penjahat jenis apapun, dengan dana dari polisinya sendiri, b ajaukan dana si korban. Bahkan ke luar kota.

Jadi sebagai seorang yang tadinya masih mempercayai polisi, saya adukan masalah saya. Bukankah melindungi kepentingan dan masalah masyarakat adalah kewajiban negara, termasuk alat negera seperti kepolisian?



Posting Komentar

0 Komentar