Hati-hati "Bercinta" di Media Sosial


13539504591041294555
http://sarahtidaksendiri.wordpress.com
Dalam kehidupan normal yang dilewati oleh setiap manusia, sudah pasti akan melewati berbagai proses, bukan? Nah, proses itu sendiri akan menuju pada sebuah interaksi yang tentunya sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidupnya, sebab seorang manusia adalah bagian dari lingkungan sosial manusia lainnya. Setiap harinya, kita pasti melewati berbagai interaksi dalam kehidupan nyata seperti bersama keluarga, teman-teman atau pasangan kita. Terdapat banyak sekali tahapan-tahapan dalam berinteraksi. Namun kali ini, saya sedikit akan membahas interaksi yang dimulai dari omongan.

Setiap omongan yang kita keluarkan dari mulut kita, pastinya akan mendapatkanfeedback (timbal balik) langsung dari lawan bicara kita, entah itu berhadapan langsung maupun lewat penghubung suara semisal telepon atau chatting di Skype. Misalnya kalau seseorang sedang gembira, pasti dia akan tertawa dan lawannya pun akan melakukan hal yang sama. Begitu pula bila ia sedang marah-marah, maka lawan bicaranya pun akan menanggapinya dengan amarah pula. Intinya jika langsung mendengar suara, maka kita akan tahu reaksi orang tersebut sekaligus akan bereaksi. Lalu bagaimana dengan dunia maya dimana para penghuninya kebanyakan belum kita kenal wujudnya sama sekali.

***

Berhadapan dengan penghuni dunia maya entah itu di facebooktwitter maupun Kompasiana ini menimbulkan efek positif dan negatif bagi masing-masing kita, terutama saya sendiri. Interaksi yang saya lakukan sejauh ini adalah reaksi yang normal-normal saja dimana saya menuliskan suatu tulisan maupun komentar yang cukup serius apabila memang saya harus serius dan cukup menguasai bahan tulisan atau berkomentar yang berupa candaan bila saya tak tahu harus berkomentar apa.

Namun, yang sangat saya sayangkan adalah tulisan atau kolom komentar tersebut digunakan untuk menyerang si empunya tulisan atau siapapun yang komentarnya bisa dijadikan bahan perdebatan. Dulu, para komentator seperti itu sering saya temui bahkan cukup sering saya temui. Apalagi saat itu saya menjadi korban. Isi komentarnya begitu, terkadang tidak sesuai dengan konten tulisan. Tulisan itu isinya A, si komentator menuliskan komentar B.

Padahal jika menilik tulisan yang ia hasilkan sendiri kebanyakan adalah tulisan yang menimbulkan perdebatan dimana tulisannya hanya berupa komentar  (amarah) yang meluap-luap untuk  suatu kasus yang sedang hangat atau pun membully orang lain lewat tulisannya sendiri.  Lagi-lagi, teori dan asumsi pribadi yang ia ketengahkan. Di sisi lain, ia juga menciptakan sebuah puisi. Dimana puisi yang ia hasilkan adalah puisi yang menunjukkan kegalauan hatinya terhadap masalah pribadinya terhadap seseorang.

Untuk orang-orang seperti yang saya sebutkan diatas, teman saya mempersembahkan satu puisi yang dapat anda telusuri maknanya sendiri.

Sarkas -  By : GDC
*
Memaki di ruang hampa menganggap diri perkasa
Menantang angin bergaya tengil
Pongah gaya, suara menyala-nyala
Merasa diri jadi jawara
Rasa-rasa itu dusta
Nyata-nyata ucapan kecoa
Aku bergelak tawa melihat jawara-perkasa meneteskan air mata
#
Topeng bopeng kau pasang
Melontarkan gaya intelektual
Aroma alkohol mengembang
Anak ingusan bermodal kepalsuan
#
Ucapan tanpa dasar
Teori hisapan jempol belaka
Berandai-andai penuh logika padahal Fatamorgana
Puisi kau hujam tak berdaya bagai pujangga
Melontarkan aksara bernyawa
Padahal tak memiliki makna
#
Puja dan puji bagi dewa-dewi yang menciptakan diri
Melihat kurcaci mengkebiri diri sendiri
Bergaya suci mencoreng wajahnya sendiri
Bermuka garang menutupi kelemahan
Ungkapan penuh bualan
Mempertontonkan kebodohan
*

Melihat tulisan  (opini amarah) tersebut, saya jadi bertanya-tanya sendiri :
1. Berbeda pendapat adalah suatu hal yang biasa, namun bila berkepanjangan untuk apa meributkan suatu hal yang tidak jelas mau dibawa kemana?
2. Jika alasannya Cuma untuk menunjukkan tajinya di hadapan umum, adakah prestise (kepuasan) tersendiri setelah meluapkan amarahnya tersebut?
3. Apakah benar alasannya Cuma untuk adu argumen dengan orang lain?
4. Adakah suatu sentimen pribadi yang mendasari komentar pedasnya tersebut?

Belum lagi kalau saya perhatikan puisinya. Puisi yang bernada kekecewaan, patah hati yang menunjukkan kegalauan hatinya terhadap seseorang. Sebenarnya saya merasa kasihan dengan orang-orang seperti ini. Tapi  mungkin tak ada seorangpun yang ingin dikasihani.
Sejujurnya saya sudah jengah melihat tindak tanduk orang yang seperti ini, di hadapan orang gaharnya tak tau bilang, sepertinya Cuma dia yang pintar dan tertawa terbahak-bahak diatas keseriusan tulisan orang, namun disisi lain hatinya PINK, dimana warna PINK melambangkan kelembutan. Untuk yang seperti itu biasanya saya mendengar ucapan bermuka SECURITY tapi hati HELLO KITTY.

***

Saya yakin, orang-orang yang ada di Kompasiana ini adalah orang-orang bermodal dan berwawasan luas. Pastinya Anda semua adalah orang pintar. Saya pribadi banyak belajar dari Anda sekalian, namun sangat disayangkan jika media gratis ini dimanfaatkan hanya untuk berlaku yang tak sepantasnya. Sebagai orang-orang yang mempunyai hak untuk beropini di Kompasiana ini, semestinya Anda mengetahui dan memahami benar akan Term & Condition yang telah ditetapkan.

Bila ada peribahasa yang mengatakan mulutmu harimaumu, maka disini saya akan mengatakan tulisanmu adalah harimaumu. Dimana yang saya maksudkan yaitu hati-hatilah jika membuat tulisan dan berkomentar, jangan Cuma isinya menyerang dan marah-marah. Tak hanya di Kompasiana, di media Sosial manapun anda berinteraksi, tunjukkan kompetensi anda.

Jangan pernah menyepelekan tulisan orang lain dan merasa bahwa diri Anda “lebih” karena kalaupun Anda sudah cukup pintar, maka saya yakin orang lain sudah jauh lebih pintar dari pada Anda.

So, Introspeksi ya !!!

You Might Also Like

0 komentar

Mengenai Saya

Foto saya
Just an ordinary girl who wanna be a woman someday

Translate