Elektabilitas ARB Tak Meningkat Pasca-Rapimnas, Golkar Akan Konvensi?
Sekitar enam bulan lagi, pesta demokrasi terbesar di republik ini akan kita jelang. Masing-masing partai calon pemenang pemilu, telah mempersiapkan calon yang akan menduduki jabatan RI-1.
Partai Golkar misalnya. Nama Abu Rizal Bakrie (ARB) disebut-sebut sebagai kandidat kuat sebagai calon presiden menggantikan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang hampir sepuluh tahun berkuasa. Tak ketinggalan, konvensi yang dilakukan oleh Partai Demokrat yang dirasakan penulis merupakan suatu kesia-siaan, mengingat banyaknya cacat partai ini sendiri, Konvensi ini memang harus dilakukan guna ikut maju di pilpres 2014 mendatang. Episode konvensi itupun telah menjaring beberapa nama, walaupun tak sedikit yang menolaknya dengan alasan setia pada partai sebelumnya. Sebut saja, Rustriningsih yang merupakan kader PDIP dan Jusuf Kalla dari Partai Golkar.
Seiring dengan semakin dekatnya pilpres, bulan lalu juga diadakan Rakernas PDIP yang berlangsung pada tanggal 6-8 September 2013. Dalam rakernas tersebut, nama Jokowi sebagai kandidat Capres dari PDIP pun menyeruak seiring tingkat elektabilitasnya yang semakin meroket. Namun, Jokowi masih harus menunggu persetujuan Megawati Soekarno Putri jika ingin melenggang mulus menjadi capres dari PDIP, padahal hampir seluruh rakyat Indonesia menginginkan mantan walikota Solo itu untuk menjadi Presiden RI periode 2014-2019.
Rapimnas Golkar Bicara Tentang Elektabilitas ARB
Setelah rakernas PDIP, Partai Golkarpun akan mengadakan Rapimnas yang mana akan membicarakan langkah selanjutnya untuk mampu menembus pemilu. Bukan rahasia lagi, ARB yang diusung dari partai Golkar, semakin gencar saja memproklamirkan dirinya sebagai calon penguasa RI. Tentunya lewat iklan politik di salah satu televisi yang beliau miliki. Salahkah? Tentu tidak. Jelas ini adalah haknya dalam memperlihatkan kebaikannya (baca: pencitraan) kepada masyarakat. Boleh saja melakukan pencitraan, toh dalam komunikasi politik, hal ini juga lumrah dilakukan dalam menarik simpati para calon pemilih.
Namun demikian, Partai Golkar yang mengusung ARB ini tampaknya kewalahan dalam menyikapi banyaknya lembaga survey yang menyebutkan bahwa rendahnya elektabilitas dari ARB sendiri. Hal ini juga dibenarkan oleh wakil DPP Partai Golkar, Agung Laksono yang mengakui bahwa elektabilitas Ical sendiri jauh berada dibawah Jokowi, sang gubernur DKI Jakarta yang populer dengan aksi blusukannya dan Prabowo Subianto dari Partai Gerindra. Hal ini sudah disadari betul oleh Ical seperti yang dikatakan Agung laksono, “Ini kan sudah diputuskan Pak ARB (Ical). Meskipunelektabilitasnya belum setinggi Pak Prabowo maupun Jokowi.”
Rapimnas Partai Golkar sendiri akan terlaksana pada bulan Oktober 2013 ini, dimana tentang elektabilitas Ical ini akan menjadi agenda acara, disamping pembahasan mengenai Pileg 2014. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Akbar Tanjung, selaku Ketua Dewan Pertimbangan Agung Partai Golkar, “Sejauh mana capres kita juga punya peluang cukup menjadi pemenang. Elektabilitasnya, apa yang harus kita lakukan untuk mendongkrak itu. Saya melihat elektabilitas capres kita harus diperhatikan, kalau tak ada kenaikan, cari evaluasi, penyebabnya, dan evaluasi tim kita.”
Meskipun elektabilitas Ical sendiri masih jalan ditempat sampai saat ini, bukan berarti akan ada penggantian capres. Ical tetap menjadi capres, tetapi segala hal termasuk adanya usaha penggoyangan di dalam tubuh partai Golkar sendiri, harus dievaluasi. Ketidaksolidan tersebut yang seharusnya diperbaiki oleh partai yang berlogo pohon beringin ini, guna memperoleh 20 persen kursi di pemilu yang dikatakan Agung Laksono secara opitmis, “Partai Golkar sudah memasang target meraih suara minimal 20 persen dalam Pemilu 2014. “Kita harap di atas 20 persen. Kita di tiga besar, bahkan kita ada di antara satu dan dua.”
Elektabilitas ARB Masih Rendah dibawah Jokowi dan Prabowo
Seperti yang telah penulis singgung di atas, elektabilitas Jokowi yang semakin meroket ini akan memberikan dampak yang cukup signifikan dalam pencapresan Abu Rizal Bakrie. Semakin terkenalnya Jokowi, tentunya mempengaruhi elektabilitas Ical. Jokowi bak primadona di negeri ini, semua begitu menginginkannya. Tentunya ini menguntungkan PDIP, bukan?
Terang saja, elektabilitas PDIP juga akan naik jika mau mengusung Jokowi sebagai capres, tentunya seizin Megawati Soekarno Putri terlebih dahulu. Jokowi juga masih ingin mengurus Jakarta dulu, mengingat kemacetan dan banjir di Jakarta yang belum teratasi.
Tak hanya di Indonesia, masyarakat duniapun mengenalnya. Pencapresan Jokowi pun diulas oleh media luar negeri seperti News.com.au yang mewawancarai beliau saat menonton konser Metallica di area festival. Disebutkan oleh media tersebut, sosok Jokowi yang gemar blusukan itu tak menampakkan kekuasaannya.
Tak ketinggalan, News.com.au juga menyebutkan ARB sebagai pengusaha dengan banyak kontroversi dan Prabowo Subianto yang terlibat pelanggaran HAM diberbagai daerah sewaktu masih menjabat sebagai Komandan Jendral Kopassus.
Katakanlah Prabowo sudah bertaubat dan sudah menjadi nasionalis dan karena alasan nasionalis ini pulalah, Prabowo sendiri telah melakukan diplomasi dengan pihak Malaysia atas hukuman yang menimpa Wilfrida, padahal sebenarnya ini lebih layak dilakukan oleh Mentri Tenaga Kerja.
*
Kembali lagi ke elektabilitas ARB yang jauh di bawah Jokowi dan Prabowo, diharapkan tak ada perpecahan di dalam kubu Partai Golkar sendiri, agar 20 persen kursi nanti diperoleh partai ini. Seiring dengan itu, elektabilitas ARB pun akan naik. Jika tidak naik juga, sepertinya nasib Partai Golkar tak jauh berbeda juga dengan Partai Demokrat, dimana harus melakukan konvensi juga guna meraih suara pada pilpres mendatang. []
0 komentar