Sesat Pikir ala Lelaki: Janda Itu Genit
Berbicara mengenai perempuan, memang tak ada habisnya. Dari yang masih single, sampai yang telah berstatus janda. Kali ini, saya ingin mengangkat sedikit tentang janda.
*
Adalah sebuah fakta yang tak terbantahkan zaman sekarang yaitu banyak laki-laki yang menjalin hubungan hingga menikah dengan seorang janda. Sebagai contoh, lihat Andika Pratama yang menikah dengan Ussy Sulistiawaty. Atau pasangan Bebi Romeo-Meisya Siregar, Giring Nidji-Cynthia, juga Nassar KDI-Musdalifah. Kehidupan rumah tangga mereka baik-baik saja, tuh. Dan yang pasti, sebelum menikah dengan para perjaka itu, si janda itu tidak genit, lho!
*
Jika menjanda akibat ditinggal pergi (baca: mati) oleh suami, misalnya. Mau tidak mau, ia berjuang sendiri menghidupi anaknya. Pekerjaan apapun ia lakukan sesuai keahliannya, demi menghidupi sang anak. Lalu, ada juga yang mendapat predikat janda karena perceraian. Mungkin ada satu dan lain hal di dalam rumah tangganya terdahulu yang memang sudah tak sejalan lagi dengan suaminya, hingga ia / mantan suaminya melayangkan gugatan cerai. Kedua penyebab itu, bukan hal yang mudah dalam hidup mereka. Para janda yang memiliki anak, baik janda cerai dimana hak asuh anak dibawah umur, masih ada dalam pengawasan si ibu. Kalau yang ini, mungkin ada harta gono gini dari perceraian itu. Lalu, bagaimana dengan janda ditinggal mati oleh suaminya (baca: single parent). Tentunya ini semakin besar bebannya, bukan? Beban inilah yang menjadikan kehidupan seorang janda tidaklah mudah. Sejauh pandangan saya, janda adalah perempuan mulia yang harusnya dimuliakan statusnya oleh setiap orang, terutama laki-laki.
Setelah membaca uraian penulis di atas, masih ada yang mendiskreditkan status janda? Ada laki-laki yang tanpa perasaan, mendiskreditkan seorang janda. Katanya, janda itu genit (baca: gatal). “Duh… Kok sembarangannya sekali berkomentar demikian?” Pikir saya saat itu. Membaca pernyataan demikian, perasaan saya sebagai sesama perempuan, teramat sedih. Sensitifkah saya? Wajar! Pernyataan demikian, sejujurnya amat menghina perempuan, baik dia janda ataupun tidak.
Membuat satu tulisan ini saja sampai berhari-hari dikarenakan saya harus mengendalikan emosi saya terlebih dahulu, lho! Tak sanggup saya menuliskannya sambil emosi, kan?
Setelah saya menenangkan pikiran saya, akhirnya tulisan singkat ini saya lanjutkan kembali, sembari berpikir, mungkin yang berkata demikian lupa, kalau dia juga memiliki ibu dan saudara perempuan yang suatu saat juga akan menjadi janda. Jika saat itu tiba, dia akan menghormatinya, tidak?
*
Dari komentar-komentar laki-laki (semoga tak semua) yang berstatus belum pernah menikah dan (semoga) masih perjaka, terkadang menganggap seorang janda itu adalah orang yang genit, suka mengganggu laki-laki muda atau suami orang. Ini tidak benar, lho! Janda itu perempuan hebat yang berpikir terlbih dahulu sebelum melakukan sesuatu, apalagi yang akan menjatuhkan citranya.
Jujur saja, sembari membaca komentar tersebut, saya juga bertanya langsung pada mama tentang kehidupannya pasca ditinggal pergi ayah. Ayah berpulang ketika penulis berusia 6 tahun. Dengan mengandalkan uang pensiun ayah, tentunya tak cukup bila menghidupi saya dan mama, serta seorang kakak (baca: keponakan mama) yang segala kebutuhan makan dan sekolahnya nya juga ditanggung mama. Sulit sekali keadaan ekonomi yang kami alami saat itu. Tentunya, mama memutar otak, bagaimana mencukupi kebutuhan kami. Kebetulan beliau bisa menjahit dan membuat kue kering dan saat itu menerima pesanan, Jadi dengan uang yang beliau peroleh, mampu membiayai hidup kami bertiga. Beliau berjuang sendiri, demi menghidupi kami. Tanpa meminta-minta sepeserpun kepada saudara.
*
Mereka (laki-laki) yang memilih seorang janda untuk menjadi pendamping mereka, karena :
1. Dewasa
Sudah pasti, para janda itu sudah dewasa, dari segi umur maupun pemikiran. Apalagi janda yang memiliki anak. Bila mereka mencari calon imampun, tentunya mereka juga tak mau dengan lelaki yang masih cocok dikategorikan “a boy” yang masih suka ngambek, marah-marah, dan cemburuan tak jelas. Mereka lebih mencari “a man” yang bersikap melindungi. Walaupun si lelaki lebih muda, tapi mereka mencari laki-laki yang secara pemikirannya dewasa.
2. Sayang Anak
Bagi janda yang memiliki anak, mendekatkan calon suami dengan anaknya juga bukan merupakan hal yang mudah. Laki-laki yang memang berniat serius dengan sang janda, setelah mengenal dan beradaptasi dengan sang anak, jiwa kebapakan seorang laki-laki akan timbul dengan sendirinya
3. Tak main-main
Mengingat kegagalan dalam membina rumah tangganya terdahulu (baca: perceraian), seorang janda yang ingin memiliki keluarga baru, tentunya tak ingin bermain-main bila menjalin hubungan lagi. Mereka teramat serius menjaga hubungannya dengan calon suami barunya.
4. Mapan
Meskipun tak selalu, tapi tak menutup kemungkinan bahwa banyak janda yang telah mapan dalam kebutuhan finansial. Karirnya cukup berhasil dan memiliki segalanya. Mereka mampu memenuhi kebutuhan dirinya dan sang anak. Cuma tak memiliki imam dalam rumahnya. Mereka hanya ingin mencari seseorang yang dapat mencintai dirinya dan anaknya. Makanya bila menjalin hubungan dengan seseorang, mereka sangat serius.
5. Berpengalaman
Bagi seorang perempuan yang pernah menjanda akibat perceraian, tentunya tak ingin mengalami kegagalan lagi, bukan? Untuk itu, ia yang sudah bisa dikategorikan ke dalam perempuan dewasa, tentunya berpikir ribuan kali bagaimana caranya bila menjadi istri yang baik bagi sang calon suami. Jangankan hal yang demikian, dalam urusan ranjang, tentunya para janda sudah mengetahui apa yang harus dilakukannya sebagai istri.
*
Saya yakin, tak ada seorang perempuanpun yang dalam hidupnya “bercita-cita “ menjadi seorang janda. Menjadi janda adalah pilihan tersulit dalam hidup kaum hawa. Tolong jangan sembarangan mendiskreditkan janda. Gunakan logika (baca: pikiran) dan etika (baca: nurani) kita dalam melihat seseorang.
Saya tidak menyuruh para laki-laki menikahi janda. Jika seorang laki-laki lebih menyukai para gadis, silahkan. Semoga si gadis juga mau menjadi pasangan Anda. Lewat tulisan singkat ini, saya ingin mengajak kaum adam yang “terbiasa” mendiskreditkan status janda, agar berhati-hati dan berpikir sebelum memvonis status janda. Selanjutnya, pikir juga, apakah para janda tak berhak mencintai lagi? Tuhan tidak pernah tidur. Bisa saja, yang suka memvonis para janda “gatal/genit”, mendapat pasangannya janda. Jangan lupa, Tuhan itu maha membolak-balikkan hati seseorang, lho!
Jadi, buat laki-laki yang demikian, silahkan diubah mindsetnya. Kami, kaum hawa tidak pantas didiskreditkan demikian. Laki-laki, sejenius Albert Einstein pun tak akan pernah bisa menelurkan karya-karyanya tanpa kehadiran seorang perempuan, bukan? []
0 komentar