Dinikahi Sebulan, Perempuan Ini Dibakar Suaminya
1. Innalillahi waninna ilaihi raji’un
Telah berpulang ke rahmatullah, kakak dari teman kita, XXX
2. Kak, kakak nanti ikut melayat ke rumah Putri?
*
Begitulah chatting di grup whatsapp messanger yang saya terima kemarin pagi. Sontak saya terkejut menerima chattingan demikian, lantaran saya baru bangun tidur. Singkat cerita, setelah shalat dzuhur, dengan mengendarai sepeda motor, kami pegi melayat ke rumah duka. Seorang adik yang saya bonceng menanyakan, “kakak (saya) tau gak meninggalnya karena apa?”
“Sakit, kan? Mungkin karena udah tua.” Jawab saya.
“Enggak, Kak. Kakaknya itu masih muda. Sebaya kakak. Meninggalnya karena dibakar suaminya.” Jelasnya. Dhuaaaaaaaaaaaarr…..!!! bagai disambar geledek saya mendengarnya.
Setelah kami berkumpul, kamipun berangkat ke rumah duka. Sesampainya di sana, di sampaikan oleh orang rumahnya, beberapa keluarga termasuk teman kami, masih berada di pemakaman. Kami menunggu sekitar satu jam, lalu keluarganya kembali dan terlihat raut (mencoba) tegar dari teman kami. Ia, yang berusia lebih muda 5 tahun dari kakaknya, masih sering menangis saat menceritakan kejadian itu. Suaranyapun parau. Ia memang sempat mengatakan bahwa sang ibu telah ikhlas. Namun dari pihak keluarga besarnya, bertekad akan mengusut tuntas kasus ini, sebagaimana pesan sang korban sebelum meninggal.
Sang korban telah dirawat seminggu di Rumah Sakit sejak 12 Mei 2014 lalu. Almarhumah adalah seorang istri yang baru sebulan dinikahi oleh suaminya, 19 April 2014 yang lalu. Dan meninggal dengan tragis di tangan suaminya sendiri di tanggal 19 Mei 2014, sehari sebelum ia berulang tahun ke 26 hari ini, 20 Mei 2014. Setelah membakar istrinya, sang suami ini pun tersadar bahwasannya telah mencelakakan istrinya, lalu ia pun berusaha bunuh diri dengan menggorok lehernya sendiri. Kedua korban yang saat kejadian masih bernapas, segera dilarikan ke rumah sakit sekitar pukul 03.00 pagi. Menurut penuturan sang adik yang tak henti menangis kecuali kami bilang hal-hal yang lucu, “Mereka kan tinggal di rumah mama suaminya yang sakit-sakitan juga, kak. Sebelum tidur malam, suaminya si kakak sudah menyiapkan tiner di kamar mereka. Ini pembunuhan berencana, kan Kak?” tanya sang adik.
“Iya, lah.” Jawab saya dan sayapun juga bertanya, “apa mereka ada masalah sebelumnya?”
“Gak ada, Kak. Suaminya mantan “pemakai” dan itu memang sudah kami tahu,” ujarnya.
“Sekedar mantan? Atau masih make’? tanya saya lagi. Kami gak tau kalau soal itu, Kak. Si kakak itu tertutup sama kami.” Ujar sang adik sedih.
Menurut yang saya baca di sini, keterangan warga yang juga ditegaskan oleh Kanit Reskrim Polsek Delitua, Iptu Martualesi Sitepu yang menyebut latar belakangan peristiwa karena masalah keuangan. “Masalahnya itu karena motif keuangan, suaminya nggak kerja, pemakai narkoba dan itulah pemicunya.”
*
Mendengar cerita dari teman-teman dan juga adiknya (teman saya), terus terang hati saya ikut berontak juga sedih. Kejadian KDRT yang selama ini saya saksikan di televisi, ternyata juga ada di dekat saya. Dan kembali, korbannya adalah perempuan, yang kali ini meninggal dunia di tangan suaminya sendiri. Tragis, bukan? Sampai kemarin, pelaku (suami korban) yang sempat menggorok lehernya sendiri ini telah dipindahkan dan dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara. Hemat saya, ini adalah langkah bagus yang diambil polisi guna dengan cepat menjerat pelaku, paling tidak setelah pelaku yang menggorok dirinya ini sembuh, dan masih hidup. Sebagaimana pesan korban sebelum meninggal kepada sepupunya, “Dia berkata samaku Lillahita’ala seumur hidup dia tidak akan ikhlas jika suaminya belum ditangkap. Dia harus merasakan apa yang seperti dirasakannya.”
Ini adalah pekerjaan yang harus diselesaikan secepatnya oleh pihak kepolisian agar menjadi pelajaran bagi para suami (juga istri) yang berkelakuan kasar di dalam rumah tangganya. Delik hukumnya ada, toh? Korbanpun masih ada. Jadi, tak ada alasan bagi polisi untuk berlama-lama dalam menyelesaikan persoalan ini.
Sedikit pesan dari mama saya, apapun masalah yang kita hadapi didalam rumah tangga, pakailah kepala dingin agar tak terjadi kembali hal-hal demikian. Bilapun hal itu telah terjadi, bersiaplah, cambuk hukum juga akan melecuti kita sebagai korelasi berimbang atas apa yang telah kita lakukan kepada pasangan kita. []
0 komentar