Sang Ibu Tetap Melacur Agar Anaknya Tetap Mendapat Pendidikan
Tulisan saya kali ini masih berhubungan dengan tulisan saya yang lalu, Tapi kali ini saya melakukan observasi langsung selama 3 kali dalam seminggu ini.
Selasa, 15 November 2011
Sepulang kampus saya memutuskan untuk menikmati angin malam. Niat awalnya Cuma ingin jalan – jalan, ya… buang suntuklah sangking galaunya seharian dengan rutinitas kampus.
Perjalanan dimulai dari kampus menuju Jl. Abdullah Lubis, berbelok ke kiri menyusuri Jl. Gajah Mada guna mencium wangi nya buah Durian, hahaha.. abis nya, mau beli ‘gak sanggup J. Kemudian saya melanjutkan perjalanan menuju ujung jalan Gajah Mada tempat pertama sekali saya bertemu dengan sosok wanita yang rela menjalani pekerjaan sebagai PSK (Pekerja Seks Komersial) demi kelanjutan pendidikan anaknya, dialah kak Ica yang secara tak sengaja saya temui kembali.
“Hai kak, masih kenal aku?”, sapa ku ramah. Sambil tersenyum dan melambaikan tangan nya kepada para pengguna jalan kak ica pun mejawab ku, “ masihlah, kau kan yang malam itu. Masih Ingat aku cara pakek’ jilbabmu”. Sambil memperhatikan nya dengan senyum genit nya itu, aku pun berniat turun dari motor untuk berbincang dengan nya, tapi keburu di usir, “ah,, pulang aja kau, ngapain kau disini, udah jam 9 malam nanti dicari mamakmu”. “ iss,, kek gitu kali kakak ini lah, biarin aku di sini ku kawani kakak ngobrol”. Kataku memohon.
“Jangan lah, mau cari duet dulu aku, biaya anak ku sekolah, belum lagi dia sudah mau ujian”, katanya mencegah niatku dan aku pun pamit untuk segera pulang. Di rumah, aku penasaran dengan sosoknya.
Kamis, 17 November 2011
Seperti yang sudah Saya katakan, saya masih penasaran dengan sosok kak ica.Seperti biasa, kalau rasa penasaran saya sudah sampai di puncaknya, saya mencoba lagi dan tak pelak observasi pun saya lakukan lagi sepulang kuliah. saya menuju tempat mangkal nya lagi di pinggir jalan Jl. Gajah Mada, Medan.
Saya beruntung malam ini bertemu lagi dengan nya, mungkin saya bisa bertanya lebih banyak lagi.
“Permisi kak, aku mau ngobrol bentar. Bolehkan? Udah 2 kali aku kesini”, ucap saya memulai percakapan. “alahmak, kau lagi lah dek yang ku temui. Jadi susah nanti aku kerja, gak dapat pelanggan aku. Mereka agak segan kalau ada kawan ku. Gak kasian kau sama aku dan anak ku?”, katanya dan menyuruh saya pulang, “nantilah hari sabtu kau kesini lagi, sehari selang aku mangkal disini”.
“boleh juga kak, malam minggu jam 9 aku balik kesini”, setelah bersiap – siap aku pun segera pulang. Rasa penasaran ku semakin bertambah karena tak sabar menunggu malam minggu ini dan aku harus bisa menemui kak ica lagi.
Sabtu, 19 November 2011
Pukul 20.30 wib saya keluar rumah, dan langsung menuju ke tempat mangkal kak Ica. Pukul 20.50 saya berhasil menemui nya di tempat biasa (Jl. Gajah Mada, Medan)
“hai kak,, jadi kita ngobrol kan? “ ah,, bolehlah, tapi jangan lama ya. Aku mau kerja, dek”. Santai kak, aku bentar aja kok”. Sambil meladeni saya berbicara, ia tetap saja melambaikan tangan kepada pengguna jalan.
“Kakak tiap hari kerja disini ya? Naek apa kesini kak? Terus Gak di tangkap trantib?”. “aku kesini naek kereta (motor) tapi kereta ku titipkan di sana. Aku kerja gak mungkinlah tiap malam dek, selang 1 hari aku kerja, kadang disini kadang ada juga di tempat lain, kalau trantib ya pasti ada lah dek, tapi kadang-kadang aja. Pun semalam gak kerja aku, pinggang ku sakit”, sambil tertawa dia mengatakan nya.
“Kalau sekali kencan gitu, dibayar berapa kak? Biasa nya gimana kak, jalan nya kemana aja? Oia, apa tiap malam dapat?” tanyaku.
“ah,, kalau duetnya rahasia aku lah.. Mereka bawa aku ke hotel, hotel kelas melati kan banyak di sepanjang jalan sana. Tapi tetap harus hati – hati, tengok – tengok hotel nya juga karena beberapa kali aku udah pernah di tangkap pas di gerebek trantib.
Pasti nya tiap kerja Harus dapatlah, Kalau gak dapat, aku dan anak ku makan apa? Sekolah anak ku gimana, siapa yang bayar? Mahal lho dek.. mana mau ujian, belum lagi beli buku ini buku itu, les juga dia, udah kelas 3 SMP dia, mau SMA dia kan? biarpun aku kerja gini, anak ku harus tetap sekolah. Jangan sampai anak ku tak sekolah, dia harus jadi orang pintar, dari kecil dia ku didik untuk rajin sekolah”, jawabnya dengan berapi – api.
Aku bertanya, “Ayah nya gak pernah kasih uang, kak ?” (mereka bercerai). “gak ada tanggung jawab lakik tu, abes kami cere’ ntah kemana dia, jangan kan kasih uang, pun gak pernah ditengok nya kami.. Mau nikah lagi pun aku udah malas. Yang penting buatku sekarang, anak ku. Biaya sekolah nya”, jelasnya lagi.
“Aku kerja gini karena untuk hidup ku dan anak ku, harapan ku ya anak ku itu supaya bisa sekolah”, lanjutnya. Ya sudah, pulang lah kau dek, udah jam 10 malam dan aku pun segera kembali ke rumah.
Di rumah saya kembali merenung, mengingat tiap penuturan kak ica. Tekanan ekonomi adalah satu – satu nya alasan mengapa ia mau melakukan pekerjaan sebagai pelacur. Terlebih lagi kak ica adalah orang tua tunggal yang menginginkan anak nya untuk tetap mendapatkan pendidikan yang layak. Betapa miris dan getir nya hidup yang harus dijalani kak ica dan anaknya.
Ini juga dapat menjadi perhatian para pejabat daerah setempat atau pejabat pemerintah. Jangan cuma bisa nya hanya mengerah kan trantib atau satpol PP atau pun Polisi untuk memberantas atau menghilangkan praktek pelacuran sejenis ini, tetapi juga berikan mereka para PSK pelatihan tentang kewirausahaan agar mereka bisa lepas dari jeratan pelacuran tersebut.
Akhir kata, Semoga ia mendapatkan suatu pekerjaan yang layak dan dapat memikirkan jalan yang lebih baik demi kelangsungan hidup diri dan anak nya.
Selamat Siang
Auda Zaschkya
0 komentar