Ketika Melecehkan Ibu Orang Lain Menjadi Kebiasaan
Setiap anak yang lahir ke dunia ini pasti mempunyai ibu, bukan? Bagi seorang anak, sosok ibu sangat berarti dan tentunya berperan penting dalam kehidupannya. Baik maupun buruk perlakuannya, tetaplah beliau yang melahirkan dan membesarkan kita. Ditambah lagi ada kalimat “surga di telapak kaki ibu”, sudah pasti kita masing-masing menghormati ibu kita tentunya. Begitu pula dengan saya. Saya tidak terima jika seseorang melecehkan ibu saya.
Sekilas Tentang Ibu Saya
Saya lahir ke dunia ini lewat seorang ibu yang sangat saya cintai. Tanpa cinta dan kasih sayang beliau, saya tak mungkin hidup sampai sekarang mengingat berbagai cobaan yang saya hadapi saat itu. Pada usia 6 tahun, saya ditinggalkan oleh ayah dan sejak itulah saya hidup berdua dengan ibu dan kakak angkat (perempuan). Kakak laki-laki saya saat itu sedang kuliah di Bandung (beasiswa dan ikatan dinas).
Dengan bermodalkan pensiun ayah, kehidupan kami bertiga tentunya sangat kekurangan. Maka dengan bekal ilmu menjahit dan membuat kue yang beliau miliki kami bisa bertahan hidup. Sampai kakak laki-laki saya selesai kuliah, beliaupun langsung di rekrut untuk bekerja dan ditempatkan di Kota Medan. Beberapa tahun berikutnya, kakak laki-laki saya menikah.
Betapa Saya Sangat Mencintai Ibu
Sejak itulah saya tinggal hanya berdua dengan ibu (kakak angkat saya menikah). Saya sangat mengagumi ibu saya. Bagaimana tidak? Setelah ayah pergi, beliaulah satu-satunya orang tua yang saya miliki. Beliau yang mengajarkan saya tentang kemandirian dan jangan takut menghadapi apapun. Kekaguman saya pada beliau bertambah setelah saya mendengar penuturan banyak orang tentang ibu saya dan bagaimana ketelatenan beliau merawat saya dari bayi kecil yang penyakitan dan Cuma berberat badan 1.9 kg (lahir). Demi merawat saya dan abang saya, beliau pun memilih untuk tidak bekerja padahal beliau adalah wanita yang pintar. Sangat di sayangkan titel yang beliau miliki tidak pernah beliau gunakan, beliau berkata tak usah membanggakan titel, yang penting mama bisa mendidik kalian berdua (kakak laki-laki dan saya).
Sehabis tsunami, saya dan ibu tak lagi tinggal bersama. Saya melanjutkan sekolah dan berobat di kota Medan dan tinggal bersama keluarga abang saya. Sementara ibu tinggal di Bireun bersama kakak beliau.
Ibu Saya Dilecehkan ( Di Dunia Nyata)
Wah,,, Kalau yang namanya ibu saya dilecehkan di Dunia Nyata sih udah pernah 2x namun ya saya anggap biasa saja toh mereka ada dihadapan saya, kalau sekiranya penghinaan mereka tidak bisa ditolerir, pasti saya membantahnya. Tak tertutup kemungkinan saya akan memarahi mereka yang melecehkan ibu saya.
Ibu Saya Dilecehkan ( Di Dunia Maya )
Di kompasiana ini berbeda pendapat itu pasti ada. Saat saya berdebat dengan salah seorang kompasioner tentang tulisannya yang tidak pantas, diapun memaki-maki saya. Saya terima karena makian tersebut memang untuk saya. Terserahlah dia mau memaki saya
Pada tulisan orang, dia pun dengan kasarnya memaki dan menyerang orang lain. Ya.. saya Cuma mengatakan “dimana-mana selalu kasar komennya untuk orang”. Yang saya bicarakan tentunya tentang komen kasarnya, Namun secara tiba – tiba ia menuliskan “Apa salah bunda mengandung ya, kok bisa melahirkan anak bolot kayak da ini”.
Saya tahu ini di dunia maya yang seharusnya saya tak memasukkan ke hati komentar beliau, namun Satu kalimat tersebut tidak bisa saya lupakan begitu saja. Mengapa? Karena sang kompasioner yang terhormat itu membawa-bawa ibu saya dalam makiannya tersebut. Saya rasa sangat tidak pantas ia tulisakan hal demikian karena masalahnya ataupun ketidaksukaanya kepada saya.
Seenaknya saja mereka-mereka itu melecehkan ibu saya, ibu saya tidak tahu apa-apa. Kalau memang merasa memiliki masalah dengan saya, silahkan saya saja yang dihujat tapi jangan bawa-bawa ibu saya. Jika situasi dan kondisinya dibalik, bagaimana perasaan anda bila ada yang melecehkan ibu anda? Sakit, bukan? Rasanya kontak fisikpun jadilah ya, asal jangan sampai ibu anda yang dilecehkan. Begitu pula yang saya rasakan.
Di kompasiana ini, tentunya memiliki aturan, bukan? Coba sering-sering anda buka deh Term & Condition nya. Disana jelas tertulis bahwa Kompasianer dilarang menyerang, menghina, dan atau menjatuhkan karakter atau pribadi Kompasainer lain dengan cara dan tujuan apapun. Nah,, bisa dilihat bukan? Jangankan menyerang pribadi penulis, menghina Ibu penulis pun tidak pantas, bukan?
Sesungguhnya saya bukan pendendam, namun bila ada yang menyinggung ibu saya, patut saya ingat selalu orang dan perkataannya tersebut. Ibu saya memang telah cukup berumur, bahkan tubuh tuanya semakin renta. Apakah pantas beliau menerima hinaan seperti itu? Sungguh tak terpuji akhlak orang yang menghina seorang ibu.
Ibu adalah wanita terhebat yang pernah dimiliki oleh seorang anak. Sejatinya sebagai seorang anak, anda juga pasti akan marah jika ibu anda dilecehkan orang. Padahal ibu anda tidak tahu apa-apa.
Pembaca sekalian pasti sangat menyayangi ibu. Apapun akan anda lakukan demi ibu anda. Jadi tolong, jika berkomentar jangan sampai menyinggung ibu. Kemudian segera Bayangkan jika ibu anda sedang sakit-sakitan tapi tetap dihina juga. Bayangkan juga ibu anda yang telah meninggal. Semoga tidak ada yang sembarangan lagi menghina pribadi penulis, maupun ibunya.
0 komentar