Pro – Kontra Tentang Perempuan Pekerja


13377645391854842522
ilustrasi/admin(shutterstock.com)
Hampir setiap perempuan terutama yang berdomisili kota-kota besar adalah seorang pekerja. Pekerjaan yang dilakoninya sangat beragam. Mulai dari cleaning service  (CS) sampai Wanita Karier (Career Woman). Pekerjaan tersebut dilakukan atas dasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dimana harga-harga merangkak naik setiap harinya.
Namun yang kerap menjadi hambatan bagi perempuan pekerja adalah bila perempuan tersebut telah menikah, maka suaminya melarangnya untuk tetap bekerja. Adanya anggapan yang beredar di masyarakat dimana perempuan itu cukup berada di dapur, sumur, kasur selama 24 jam di rumah bila telah menjadi istri adalah suatu polemik bagi si wanita untuk jaman sekarang. Bagaimana tidak, hak perempuan untuk bekerja dan bersosialisasi di luar rumah menjadi terhambat. Begitu juga dengan pundi-pundi rupiah yang berkurang.

Tiba – tiba kembali saya teringat akan satu kalimat yang pernah di ucapkan oleh teman dekat saya dimana ia mengatakan “perempuan dinikahi bukan untuk jadi pembantu, melainkan untuk menjadi partner berbagi dalam hidup”. Dan saya pribadi, sangat setuju dengan ucapannya.

Selain itu, perempuan yang bekerja akan mendapatkan tempat sendiri di dalam masyarakat dan keluarganya. Sementara perempuan yang tidak bekerja, akan dikucilkan dalam keluarga. Contohnya seperti ibu saya. Ibu saya tidak bekerja, beliau mengurusi kami (abang dan saya) sedari kecil sehingga kerap sekali beliau tidak mendapat tempat dalam keluarga besar ayah saya.  Terlebih disaat ayah saya sudah meninggal, ibu selalu dikucilkan.
13377579981050907333
image from http://www.mediaindonesia.com
Terkait dengan perempuan bekerja, saya terlibat percakapan yang cukup serius dengan seorang teman, sebutlah namanya Tami. Tami adalah mahasiswi kedokteran yang sedang menunggu izin praktek untuk menyalurkan ilmunya kepada masyarakat. Di dalam obrolan tersebut, Tami mengatakan bahwa bagaimanapun juga sekarang adalah waktu yang tepat dalam membalas budi kepada kedua orang tuanya.

Berikut kalimat dari Tami, “aku tahu pasti, orang tuaku ‘gak pernah minta uangku nanti, tapi paling tidak aku ‘gak mau ngerepotin mereka dan aku mau meringankan beban mereka untuk biaya hidupku selanjutnya”.
Kemudian saya bertanya, “selanjutnya kau kan menikah, pastinya biaya hidupmu ditanggung oleh suamimu”. “Selama aku bisa menghasilkan uang, kenapa aku harus bergantung?”. “aku disekolahin pake’ uang, masa’ aku ‘gak mau cari uang sendiri? Rasaku rugi kali lah uang yang udah dikeluarin orang tuaku kalau pada akhirnya aku ‘gak kerja”, kata tami.
“Kau tau da, sekarang kakakku kesusahan karena dia ‘gak kerja lagi sejak menikah”, tambahnya. Saya otomatis terkejut dan bertanya, “susah gimana”?. “Dia susah karena mau minta uang untuk beli keinginannya aja mesti rada ngebohong dikit sama suaminya biar dapat uang, kalo ‘gak suaminya ‘gak bakal kasih uang lebih selain untuk kebutuhan rumah tangga dan anak, belum lagi suaminya masih bantu saudara-saudara suaminya itu di kampung,  Mau minta untuk bekerja lagi, ‘gak dikasih sama suaminya, aku ‘gak mau jadi kayak gitu da”, lanjutnya.

Sebenarnya apa yang ditakutkan para suami jika istrinya bekerja? Jawabannya pasti seputaran :

1. Suami merasa tak dihargai lagi oleh sang istri, ditambah lagi bila penghasilan istri lebih besar dari suami.
2. Bila telah memiliki anak, siapa yang akan mengurus (merawat dan mendidik) anak?
3. Kesempatan istri untuk selingkuh dengan pria lain lebih terbuka lebar bila istri bekerja.

Obrolan tentang ini, sudah sering sekali saya dan teman-teman perbincangkan dalam beberapa pertemuan kami. Jika memang benar bahwa alasan-alasan tersebut di atas yang ditakutkan para suami, maka jawaban kami adalah sbb :

1. Saya yakin, istri pasti akan menghargai suaminya sebab budaya adat ketimuran yang kita pegang selalu menyarankan kita untuk menghargai dan menghormati suami. Agama islam yang saya anut pun berkata bahwa surga istri ada pada suami. Dan saya yakin, semua agama juga menyuruh para istri untuk menghormati suaminya. Istri mencari uang bukan saja untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, tetapi juga untuk rumah tangga. Disinilah istri sangat berperan dalam membantu meringankan beban suami dalam mencari uang. Misalnya : harga susu bayi saja untuk jam sekarang cukup tinggi, belum lagi popok, pakaiannya, dsb

2. Sebagaimana yang kita ketahui bersama, Anak adalah titipan Tuhan YME dimana bila telah menjadi orang tua maka kita berkewajiban untuk merawatnya. Oleh sebab istri yang melahirkan anak maka anak sepenuhnya tanggung jawab istri? Tidak. Anak harus dirawat dan dididik oleh kedua orang tuanya. Bila anaknya masih bayi, istri yang bekerja memiliki hak cuti. Pastinya istri akan dibantu dan diajari oleh ibunya atau ibu mertuanya. Jikalau anak tersebut sudah balita, maka tak ada salahnya jika menggunakan jasa baby sitter. Buat para istri, guru yang utama bagi anak anda adalah ibunya, dan jika 60 % waktu istri ada dirumah, pasti para suami memberikan izin untuk tetap bekerja.

3. Kalau dikatakan istri bisa selingkuh diluar rumah, bukankah suami juga demikian? Ditambah lagi ada ungkapan “puber kedua” atau pun pernyataan bahawa “pria diatas usia 40 tahun gemar berselingkuh”. Untuk menghindari hal tersebut, maka  dibutuhkan komunikasi yang efektif dalam suatu rumah tangga demi menciptakan keluarga yang harmonis.

Sebenarnya bila kita mau membuka pikiran kita, perempuan (istri) yang bekerja ya akan lebih baik karena istripun tau bagaimana sulitnya mencari nafkah. Jadi para suami, bisa sekalian mendidik istri bukan? Supaya istri tidak sembarangan minta uang kepada suami untuk hal-hal yang tidak terlalu dibutuhkan.

Bagi para istri,  Jika  suami tetap melarang untuk bekerja diluar rumah walaupun setelah kita rayu dengan cara apapun juga, maka cobalah berfikir positif  tentang hal tersebut dan cari cara bagaimana bisa bekerja dirumah dan bisa menghasilkan uang.

Inti dari hidup berumah tangga adalah komitmen yang kuat dari masing-masing pihak demi mempertahankan rumah tangga, bukan malah meninggikan ego masing-masing. Tetap diingat juga buat para suami “perempuan dinikahi bukan untuk jadi pembantu” dan bagi para istri “suami bukan sapi perah yang seenaknya saja dimintai uang”. Tak ada salahnya jika perempuan mandiri, bukan? Malah hal itu lebih baik, supaya istri dapat membantu meringankan beban suami.

You Might Also Like

0 komentar

Mengenai Saya

Foto saya
Just an ordinary girl who wanna be a woman someday

Translate