Nikmatnya Berbuka Puasa ditengah Lokasi yang Berbeda Agama
Seperti yang telah kita ketahui bersama, di televisi terdapat sebuah jingle iklan sebuah produk yang berbunyi “Berbukalah dengan yang manis”. Namun, hari Jum’at, 10 Agustus 2012 yang lalu, saya justru berbuka puasa dengan yang khas. Mengapa saya sebutkan khas? Karena makanan tersebut berasal dari kampung halaman saya, Nanggroe Aceh Darussalam.
Mie Aceh? Bukan, ini sudah biasa. Tentunya sudah dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Kali ini saya berbuka puasa dengan sesuatu yang beda. Masyarakat Aceh memberinya nama Kanji Rumbi.
Pembaca pernah mendengar tentang Kanji Rumbi? Kanji Rumbi adalah bubur “hangat” yang dipercaya orang dapat mengobati masuk angin. Bubur ini terdiri dari campuran beras dan daging yang ditambahi bumbu-bumbu lainnya. Dan untuk di kota Medan, bubur ini saya dapatkan di Mesjid Raya Aceh Sepakat, sekaligus tempat berbuka puasa saya kali ini.
Sekilas Tentang Mesjid Raya Aceh Sepakat
Mesjid Raya dan Balai Raya Aceh Sepakat ini diresmikan sejak tahun 2001 oleh Bapak Drs. H. Abdillah Ak. MBA selaku walikota Medan saat itu. Mengapa saya sebutkan balai raya? Memang disitulah terdapat sebuah gedung yang biasanya digunakan untuk acara resepsi perkawinan atau hajatan besar lainnya.
Di sebelah kiri mesjid berbatasan langsung dengan pemakaman kristen. Di samping pemakaman itu terdapat sebuah sekolah multi etnis (kebanyakan India) dan diseberang sekolah terdapat sebuah wihara yang kebetulan pernah saya masuki ketika imlek januari lalu. Sepengetahuan saya, tidak pernah terjadi masalah yang berkenaan dengan agama tertentu. Disitu sudah jelas bahwa terdapat kerukunan dan menghargai sesama umat beragama.
***
Untuk semakin melihat keragaman itu, tahun 2011 yang lalu saya membawa ibu untuk berbuka puasa disini supaya ibu dapat melihat indahnya keberagaman ini dan saya menceritakan hal ini pada seorang teman.
Sejak hari kamis, saya mengajak seorang teman untuk berbuka puasa di Mesjid Raya Aceh Sepakat. Kebetulan teman saya ingin tahu lokasi mesjid ini. Setelah kami sepakati, Pada hari Jum’at 10 Agustus 2012 kami memutuskan untuk berbuka puasa di mesjid ini.
Bagi saya pribadi, mengunjungi mesjid ini mengingatkan saya akan Mesjid Megah di kota kelahiran saya yaitu Mesjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. Semakin terasa khasnya, karena bubur kanji rumbi itu saya dapatkan disini, terlebih untuk saya yang rindu kampung halaman tapi belum bisa pulang kesana.
Pukul 18.30 Wib pengunjung yang berkumpul di halaman samping mesjid ini cukup ramai. Di tiap meja, sudah tersedia semangkuk bubur kanji rumbi dan segelas teh hangat, tak lupa juga dengan beberapa potong kue basah.
Sesudah berbuka puasa, piring dan gelas yang kami gunakan tadi kami bawa ke tempat cuci piring dan kami pun mengambil air wudhu untuk shalat magrib berjama’ah. Usai berdo’a setelah sholat magrib, kami kembali ke tenda di halaman samping mesjid untuk menikmati makan malam yang juga telah disediakan. Menunya yaitu nasi putih, gulai daging masak kari (masakan khas aceh) dan telur rebus serta segelas air putih.
Sepiring nasi pun selesai kami santap dan kami membawanya ke tempat cuci piring lagi. Setelah mengantarkan piring, kami segera berwudhu dan kembali ke dalam mesjid untuk menunaikan shalat Isya dan Tarawih.
Menurut pekerja disana yang sempat saya wawancarai, buka puasa bersama ini ada sejak 8 tahun yang lalu dari hari kedua puasa sampai dua hari menjelang hari raya Idul Fitri. Bubur kanji rumbi sangat diminati oleh masyarakat Aceh disini. Terbukti dengan ramainya pengunjung, baik tua, muda atau bahkan anak-anak. Tak ketinggalan, banyak warga kota medan (bukan suku Aceh) yang ikut menikmati penganan khas ini. Tingginya minat pengunjung membuat Badan Kenaziran Mesjid menyediakan sekitar 600 mangkuk bubur kanji rumbi dan juga nasi ini setiap harinya. Tak lupa juga, semua makanan yang kami santap tadi adalah gratis. Biaya untuk menyiapkan penganan khas ini didapatkan dari sumbangan para donatur muslim melalui Dewan Pimpian Cabang (DPC) Aceh Sepakat.
Berbuka puasa di mesjid ini terbuka untuk seluruh kalangan, tanpa ada perbedaan. Seperti yang dilansir oleh http://www.analisadaily.com, Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah telah menyempatkan hadir untuk berbuka puasa di mesjid ini, selasa (7/8) yang lalu. Sementara wakil gubernur, Teungku Muzakir Manaf sudah terlebih dahulu hadir di mesjid ini pada selasa (24/7). Beliau menyatakan kekagumannya melihat begitu ramai jamaah berbuka puasa bersama di halaman Masjid Raya Aceh Sepakat.
***
Bagi saya pribadi yang berasal dari Aceh, untuk tinggal di kota terbesar ketiga di Indonesia ini bukanlah suatu hal yang mudah. Sebagaimana yang kita tahu, banyak perbedaan yang tersaji disini. Sebagai pendatang, saya dituntut untuk tetap tegar berdiri ditengah perbedaan agama maupun suku. Dari teman-teman yang berbeda dengan saya, saya belajar bagaimana caranya mereka menghargai saya sebagai muslim dan begitu juga sebaliknya.
Termasuk untuk berbuka puasa di mesjid ini. Seorang teman yang berbeda agama dengan saya yang menyebutkan tempat ini, kalau tidak mungkin sampai sekarang saya tidak tahu tempat ini.
Untuk kami yang masih anak-anak saja, kami mengetahui bagaimana menghargai perbedaan tanpa pernah ada yang mencampuri agama temannya. Bagi kami, lebih baik mempelajari dan benar-benar mengimani agama masing-masing sebaik-baiknya, dari pada ikut campur membahas terlalu dalam terhadap suatu agama yang tidak diketahui.
0 komentar