Salahkah Hatiku Mencintanya?
Malam ini, tak dapat kulukiskan bagaimana merindunyaku akan sosoknya. Hanya Tuhan dan aku, bersama
tetesan demi tetesan air mata yang tertumpah, seperti biasa, ketika tengah merindukannya.
Namun, adalah sebuah kemustahilan jika cinta yang kurasa ini juga dia
rasakan. Dia tak pernah tahu, betapa yang telah kulakukan kemarin hanya untuk
melindunginya. Karena apa? Karena aku tak ingin dia tersakiti oleh bisa jahat
mereka para pencaci.
Dapat kubayangkan, bagaimana
marahnya dia ketika orang-orang di sana mengatakan banyak hal buruk tentangnya.
Acap kali, aku pasang badan untuknya. Sekadar melihat tindak tanduk para
pencaci itu.
Walaupun tak mengenalnya, namun dengan segala keyakinanku, aku bisa membaca kelembutan sekaligus ketegasannya juga kedewasaannya dalam
menjawab tiap pesan yang kusampaikan. Sejujurnya, aku tak berniat
mencampuri urusannya. Namun, oleh karena aku sangat mengkhawatirkan
kecerdasannya yang terbuang sia-sia hanya untuk melawan para kecoa itu, aku tergerak untuk memberikan sedikit nasehat padanya.
Tuhan... Semoga saya tidak
melakukan kesalahan. Semoga ia mengerti, meski itu sepertinya tak mungkin.
Mungkin, orang akan bartanya, “bagaimana
dapat dikatakan cinta, padahal seseorang itu tak pernah kau kenal?” Ilahi... aku sungguh tak mampu menjawab pertanyaan ini. Sejujurnya, aku juga tak
ingin begini. Namun, gempuran maha dahsyat ini tak mampu kutolak.
Engkau tahu Ya Rabbi, bagaimana
usaha dan sejauh apa kelanaku agar mampu melupakannya? Apapun, Tuhan.
Kulakukan agar bayangnya tak menguasi otak dan hatiku. Belum lagi, aku harus
sadar bahwa perkenalan itu tak akan mungkin pernah terjadi, sebab dia tak
berada di sini. Ah... entah di mana keberadaannya, pula kutak tahu. Tuhan...
Segalanya telah kucoba. Namun, semakin jauh kumelangkah, akhirnya kembali
kumengingatnya. Cinta ini kembali untuknya. Dan hasilnya, airmataku terjatuh
lagi.
Mengapa ini dapat kukatakan cinta? Bukankah selalu kukatakan bahwa aku
tak percaya cinta?
Ilahi, bagiku, mencintai itu dengan hati.
Bukan semata karena ketertarikan fisik, bukan? Itu yang pastinya inginMu,
Tuhan. Dan segalanya, telah menjadikanku begini. Menangis tengah malam, merasa
bersalah dan selalu bertanya-tanya tentang segalanya padaMu.
Maafkan aku, Tuhan. Aku tak bermaksud
menyalahkanMu. Segala yang telah Engkau gariskan, kuterima. Bagiku, ini rezeki dariMu. Rezeki
bagi sang pecinta yang mencintai dengan hati, bukan hanya karena bentuk
fisiknya semata, walaupun kemarin ada yang mengejekku karena cinta menggunakan
hati ini, menurutnya salah. Cinta itu pakai mata, katanya.
Tuhan, Mencintai dengan hati,
berarti menerima segala kekurangannya untuk kujadikan kelebihanku, bukan? Tuhan...
bilapun pada akhirnya cinta ini tak bisa kuwujudkan, juga akan kuterima. Mohon
lapangkan dadaku. Namun kumohon Tuhan, Izinkan sekali saja kutemui raganya.
Medan, 7 Juni 2014 - 05.07
Wib
1 komentar
Semoga cintanya terwujud dalam pertemuan jiwa raga ya kak :)
BalasHapus