Antara Jokowi dan Realisasi MEA 2016
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 yang disebut-sebut
akan berlangsung tahun 2015, ternyata baru dapat direalisasikan pada awal
Januari 2016 mendatang, walaupun memang, dibuka secara resmi pada 31 Desember 2015.
Dengan demikian, beberapa bulan ke depan, Pemerintah Indonesia masih memiliki
kesempatan untuk mempersiapkan dan mengedukasi calon dan para pengusaha UKM ini
dalam membuka diri agak tak terlalu ketinggalan dalam menghadapi pasar bebas
negara-negara ASEAN nanti.
Apalagi, Program Presiden Joko Widodo yang sering
menyebutkan Revolusi Mental, diharapkan juga mampu menghalau para koruptor,
sehingga uang yang ada dapat digunakan untuk membangun infrastruktur bagi
kepentingan rakyat, dalam hal ini UKM sendiri.
Demikian yang disampaikan Wahyu Ario Pratomo, SE MEc selaku Pengamat
Ekonomi dan juga Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU.
Setelah MEA berlangsung, lanjutnya, dampaknya sendiri
memang tidak terlalu besar bagi Indonesia. Karena investasi itu akan lebih banyak menyasar ke
kawasan ASEAN lain, terutama yang baru mulai membangun seperti Laos, Kamboja,
Myanmar, dan Vietnam. 4 negara tersebut menurutnya, memang membutuhkan modal,
tenaga-tenaga ahli dan sebagainya sehingga nanti akan ada aliran dana pemasukan
yang besar ke negara-negara tersebut. Harapannya tentu agar mereka dapat
membangun perekonomian yang tinggi.
Dijelaskannya, jika dilihat secara persentase,
pertumbuhan ekonomi di beberapa negara itu memang tinggi. Akan tetapi pada kenyataanya,
mereka memang harus terus meningkatkan SDMnya sendiri aga tak semakin jauh
ketinggalan dengan negara-negara seperti Indonesia misalnya. Jadi katanya, MEA
itu sendiri memang bermanfaat bagi negara-negara tersebut. Tentu saja agar
lebih mudah bersaing dengan negara lain yang memang memiliki GDP yang tinggi.
Kalau untuk Indonesia sendiri tuturnya, masih memiliki
beberapa hal tersendiri yang membuat para pengusaha asing agak enggan
menginvestasikan dananya ke Indonesia. Salah satu asumsinya adalah apabila
perekonomian masih seperti sekarang tanpa adanya perubahan.
Contohnya, kita kan negara yang sulit mengembangkan
bisnis karena daya saing kita rendah, jadi investor itu mengalami kesulitan
tersendiri jika ingin masuk ke Indonesia. Mereka akan berpikir, lebih baik
menginvestasikan dana ke negara-negara seperti Laos, Vietnam, Kamboja, dan
Myanmar yang notabenenya lebih “Welcome” terhadap mereka.
“Kekurangan kita cuma dari segi Welcome saja. Orang
kita masih terlalu banyak terdoktrin dengan kata-kata anti asing maupun
ketakutan dengan investasi asing. Hal-hal seperti itu yang masih susah
diterapkan pengusaha, khususnya UMKM di Indonesia,” jelasnya.
Selain asumsi di atas, alasan lainnya yaitu dari segi
pembangunan yang belum merata, yang diikuti dengan tingginya
angka kemiskinan di Indonesia, serta tingginya ketergantungan terhadap import barang untuk memenuhi kebutuhan domestik.
Pun juga, pemicunya juga dari segi rendahnya daya saing infrastruktur yang menyebabkan
tingginya biaya logistik dibandingkan regional.
Selanjutnya, rendahnya akses layanan keuangan
masyarakat Indonesia dibandingkan negara lain juga memiliki peranan besar dalam
hal tersebut. Tak ketinggalan, rendahnya kuantitas, kualitas dan kapasitas
tenaga kerja terdidik yang produktif dari Indonesia dibanding mereka yang
berada di regional ASEAN.
Tak lupa, kurangnya minat dari investor asing tersebut
juga dipengaruhi dari kualitas pendidikan di Indonesia terbilang cukup rendah. Karenanya
perlu melakukan terobosan terbaru dalam sektor pendidikan.
Selain beberapa hal di atas, menurutnya Indonesia juga
mampu berdiri sendiri jika masyarakatnya mencintai produk dalam negeri.
“Biar saja makanan kemasan misalnya, masuk dari mana
saja bahkan dari luar negeri sekalipun. Kalau kita tak membelinya dan justru
lebih memilih produk lokal, kita juga tetap dapat membangun negara,” ujarnya
lagi.
Kata dia juga, yang demikian ini juga merupakan bagian
tugas pemerintah dalam mengedukasi masyarakat kita agar tak terlalu tergantung
dengan produk luar negeri. Kalau ini berhasil, sebutnya, orang kita yang akan
untung besar.
“Pelan-pelan, dalam beberapa bulan ke depan kita
menunggu kerja pemerintah. Selain itu, sebagai masyarakat, kita juga harus
mulai mencintai produk dalam negeri jika mau meningkatkan perekonomian kita
sendiri,” pungkasnya.
0 komentar