Feminisme
Sampai
hari ini sebagian kaum perempuan masih aktif dalam perjuangan persamaan
hak dengan kaum laki-laki atau yang lazim disebut kesetaraan gender.
Sebenarnya sebagian besar perempuan yang sedang berjuang itu adalah para
perempuan yang sudah "merdeka". Biasanya mereka itu dari kalangan
Wanita Karir yang sukses, punya prestasi, punya background pendidikan
yang tinggi. Dan mereka tetap giat berjuang atas nama semua perempuan
yang masih "terpasung/ tidak memiliki hak setara dengan laki-laki/
perempuan yang tertindas".
Masalah
yang terus-menerus tentang emansipasi sebenarnya bukan karena laki-laki
menjadikan wanita sebagai objek, melainkan karena perempuan sendiri
yang berlaku demikian. Selalu berteriak akan persamaan hak. Dalam
parlemen di Indonesia ada sekelompok pejuang perempuan yang meminta
"quota" 30% dalam keanggotaan legislatif, minta daftar nama perempuan di
taruh di barisan atas dalam pemilihan. Bahkan iklan tentang ini banyak
diekspos di televisi. Ini justru sangat bertentangan dengan perjuangan
feminisme. Sebab kalau meminta "quota" artinya kaum perempuan ini yakin
tidak mampu bersaing secara normal/ fair dengan laki-laki dalam dunia
politik, sehingga perlu "quota". Apabila para aktivis perempuan ini
yakin betul bahwa kaum kemampuan perempuan sejajar dengan laki-laki
mengapa tidak bersaing secara fair saja. Iklan tersebut menggambarkan
unsur pemaksaan dan mengarah kepada sifat KKN. Sehingga kemudian kita
mendapati bahwa iklan tersebut merupakan sebuah ironisme dari perjuangan
perempuan yang selama ini digembar-gemborkan.
Sebenarnya
di Indonesia, kesetaraan gender sudah sangat baik, lihat saja Megawati,
beliau seorang perempuan yang menjadi Presiden, sebuah sukses dalam
peraihan karir yang paling tinggi di negeri ini. Ada Rini Suwandi
seorang professional handal yang menjabat sebagai menteri Perdagangan.
Sangat mengherankan bahwa kaum feminis Indonesia tidak merasa terwakili
oleh prestasi yang diraih mereka ini. Dilain sisi ada banyak sekali
wanita karir di Indonesia yang merangkap menjadi ibu tetapi sukses dalam
pekerjaannya. Profil-profil tersebut sudah menggambarkan bahwa
perempuan mempunyai andil hebat dalam politik dan perekonomian Negara
Indonesia.
Di
negara Islam pun kita menjumpai banyak perempuan yang memegang kendali
politik tertinggi contohnya Benazir Butto pernah menjabat sebagai
Perdana Meteri di Pakistan, Shirin Ebadi perempuan Iran dengan
kepribadian luar biasa memenangkan hadiah Nobel 2003. Chandrika
Bandaranaike Kumaratunga presiden Srilanka. Dua perempuan pintar di
Philipina Cory Aquino & Gloria Arroyo. Di belahan dunia lain juga
kita kenal Margareth Tacher, Madeleine Albright, dan Madonna perempuan
genius dengan kepribadian yang kontraversial dan sangat sukses. Di masa
lalu kita mengenal Evita Peron dan masih banyak lagi. Selamat, kaum
perempuan! Bahwa kaum perempuan mampu membuktikan bahwa potensi karir
dan intelektual antara perempuan dan laki-laki adalah setara.
Lalu
apa lagi yang harus diperjuangkan? Sampai kapan kaum perempuan berjuang
untuk kesetaraan gender? Saya rasa jawabannya gampang saja "sampai pada
saat mereka tidak teriak-teriak lagi soal kesetaraan gender".
Kaum
Perempuan di-lain sisi sudah menggeser peran-peran laki-laki, begitupun
tidak ada golongan yang mengatasnamakan diri mereka "Man´s Lib" protes
tentang hal-hal contohnya sebagai berikut : Ada Ladies Bank (Bank Niaga
sudah mempeloporinya) dimana semua staff dalam beberapa cabang adalah
perempuan. Ada Gereja yang semua/ sebagian besar pekerjanya adalah
perempuan, dari gembala sidang, majelis, pemusik dsb. Banyak
pabrik-pabrik yang hanya menerima pekerja perempuan daripada laki-laki,
di pabrik rokok, sepatu, mainan anak-anak lebih suka menerima pekerja
perempuan. Kita lihat disini kaum lagi-laki sudah tergeser di ladang
pekerjaan dan karir. Batapa banyak manager/ direktur/ pebisnis/ guru
perempuan. Kadang juga saya sering mendapat keluhan dari laki-laki bahwa
mereka lebih sulit mendapat ladang pekerjaan dibanding perempuan.
Masalah
kesetaraan gender yang gencar didengungkan kaum perempuan itu akan
selalu ada jika kaum perempuan tidak pernah merasa bahwa laki-laki
adalah "mitra" melainkan sebagai pesaing dan musuh.
MACAM-MACAM ALIRAN FEMINISME
4.1. FEMINIS LIBERAL
Apa
yang disebut sebagai Feminis Liberal ialah pandangan untuk menempatkan
perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Aliran
ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas
dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Setiap manusia -demikian
menurut mereka- punya kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara
rasional, begitu pula pada perempuan. Akar ketertindasan dan
keterbelakngan pada perempuan ialah karena disebabkan oleh kesalahan
perempuan itu sendiri. Perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka
bisa bersaing di dunia dalam kerangka "persaingan bebas" dan punya
kedudukan setara dengan lelaki.
Tokoh
aliran ini adalah Naomi Wolf, sebagai "Feminisme Kekuatan" yang
merupakan solusi. Kini perempuan telah mempunyai kekuatan dari segi
pendidikan dan pendapatan, dan perempuan harus terus menuntut persamaan
haknya serta saatnya kini perempuan bebas berkehendak tanpa tergantung
pada lelaki.
Feminisme
liberal mengusahakan untuk menyadarkan wanita bahwa mereka adalah
golongan tertindas. Pekerjaan yang dilakukan wanita di sektor domestik
dikampanyekan sebagai hal yang tidak produktif dan menempatkab wanita
pada posisi sub-ordinat. Budaya masyarakat Amerika yang materialistis,
mengukur segala sesuatu dari materi, dan individualis sangat mendukung
keberhasilan feminisme. Wanita-wanita tergiring keluar rumah, berkarier
dengan bebas dan tidak tergantung lagi pada pria.
4.2. FEMINISME RADIKAL
Trend
ini muncul sejak pertengahan tahun 70-an di mana aliran ini menawarkan
ideologi "perjuangan separatisme perempuan". Pada sejarahnya, aliran ini
muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau dominasi sosial
berdasar jenis kelamin di Barat pada tahun 1960an, utamanya melawan
kekerasan seksual dan industri pornografi. Pemahaman penindasan
laki-laki terhadap perempuan adalah satu fakta dalam sistem masyarakat
yang sekarang ada. Dan gerakan ini adalah sesuai namanya yang "radikal".
4.3. FEMINISME POST MODERN
Ide
Posmo - menurut anggapan mereka - ialah ide yang anti absolut dan anti
otoritas, gagalnya modernitas dan pemilahan secara berbeda-beda tiap
fenomena sosial karena penentangannya pada penguniversalan pengetahuan
ilmiah dan sejarah. Mereka berpendapat bahwa gender tidak bermakna
identitas atau struktur sosial.
4.4. FEMINISME ANARKIS
Feminisme
Anarkisme lebih bersifat sebagai suatu paham politik yang
mencita-citakan masyarakat sosialis dan menganggap negara dan laki-laki
adalah sumber permasalahan yang sesegera mungkin harus dihancurkan.
4.5. FEMINISME SOSIALIS
Sebuah
faham yang berpendapat "Tak Ada Sosialisme tanpa Pembebasan Perempuan.
Tak Ada Pembebasan Perempuan tanpa Sosialisme". Feminisme sosialis
berjuang untuk menghapuskan sistem pemilikan. Lembaga perkawinan yang
melegalisir pemilikan pria atas harta dan pemilikan suami atas istri
dihapuskan seperti ide Marx yang mendinginkan suatu masyarakat tanpa
kelas, tanpa pembedaan gender.
Dan lain sebagainya.
V. MENGAPA ADA FEMINISME?
* Herlianto
Gerakan
Feminisme lahir dari sebuah ide yang diantaranya berupaya melakukan
pembongkaran terhadap ideologi penindasan atas nama gender, pencarian
akar ketertindasan perempuan, sampai upaya penciptaan pembebasan
perempuan secara sejati. Feminisme adalah basis teori dari gerakan
pembebasan perempuan.
Pada
awalnya gerakan ini memang diperlukan pada masa itu, dimana ada
masa-masa pemasungan terhadap kebebasan perempuan. Sejarah dunia
menunjukkan bahwa secara umum kaum perempuan (feminin) merasa dirugikan
dalam semua bidang dan dinomor duakan oleh kaum laki-laki (maskulin)
khususnya dalam masyarakat yang patriachal sifatnya. Dalam bidang-bidang
sosial, pekerjaan, pendidikan, dan lebih-lebih politik hak-hak kaum ini
biasanya memang lebih inferior ketimbang apa yang dapat dinikmati oleh
laki-laki, apalagi masyarakat tradisional yang berorientasi Agraris
cenderung menempatkan kaum laki-laki didepan, di luar rumah dan kaum
perempuan di rumah. Situasi ini mulai mengalami perubahan ketika
datangnya era Liberalisme di Eropah dan terjadinya Revolusi Perancis di
abad ke-XVIII yang gemanya kemudian melanda Amerika Serikat dan ke
seluruh dunia.
Suasana
demikian diperparah dengan adanya fundamentalisme agama yang cenderung
melakukan opresi terhadap kaum perempuan. Di lingkungan agama Kristen
pun ada praktek-praktek dan kotbah-kotbah yang menunjang situasi
demikian, ini terlihat dalam fakta bahwa banyak gereja menolak adanya
pendeta perempuan bahkan tua-tua jemaat pun hanya dapat dijabat oleh
pria. Banyak kotbah-kotbah mimbar menempatkan perempuan sebagai mahluk
yang harus ´tunduk kepada suami!´ dalam Efesus 5:22 dengan
menafsirkannya secara harfiah dan tekstual seakan-akan mempertebal
perendahan terhadap kaum perempuan itu.
Efesus 5:22 Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan
Dari
latar belakang demikianlah di Eropa berkembang gerakan untuk
";menaikkan derajat kaum perempuan"; tetapi gaungnya kurang keras, baru
setelah di Amerika Serikat terjadi revolusi sosial dan politik,
perhatian terhadap hak-hak kaum perempuan mulai mencuat. Di tahun 1792
Mary Wollstonecraft membuat karya tulis berjudul ´Vindication of the
Right of Woman´ yang isinya dapat dikata meletakkan dasar
prinsip-prinsip feminisme dikemudian hari. Pada tahun-tahun 1830-40
sejalan terhadap pemberantasan praktek perbudakan, hak-hak kaum prempuan
mulai diperhatikan, jam kerja dan gaji kaum ini mulai diperbaiki dan
mereka diberi kesempatan ikut dalam pendidikan dan diberi hak pilih,
sesuatu yang selama ini hanya dinikmati oleh kaum laki-laki.
Gelombang
feminisme di Amerika Serikat mulai lebih keras bergaung pada era
reformasi dengan terbitnya buku "The Feminine Mystique"; yang ditulis
oleh Betty Friedan di tahun 1963. Buku ini ternyata berdampak luas,
lebih-lebih setelah Betty Friedan membentuk organisasi wanita bernama
´National Organization for Woman´ (NOW) di tahun 1966 gemanya kemudian
merambat ke segala bidang kehidupan. Dalam bidang perundangan, tulisan
Betty Fredman berhasil mendorong dikeluarkannya ´Equal Pay Right´ (1963)
sehingga kaum perempuan bisa menikmati kondisi kerja yang lebih baik
dan memperoleh gaji sama dengan laki-laki untuk pekerjaan yang sama, dan
´Equal Right Act´ (1964) dimana kaum perempuan mempuntyai hak pilih
secara penuh dalam segala bidang.
Gerakan
perempuan atau feminisme berjalan terus, soalnya sekalipun sudah ada
perbaikan-perbaikan, kemajuan yang dicapai gerakan ini terlihat banyak
mengalami halangan. Di tahun 1967 dibentuklah ´Student for a Democratic
Society´ (SDS) yang mengadakan konvensi nasional di Ann Arbor kemudian
dilanjutkan di Chicago pada tahun yang sama, dari sinilah mulai muncul
kelompok ´feminisme radikal´ dengan membentuk ´Women´s Liberation
Workshop´ yang lebih dikenal dengan singkatan ´Women´s Lib.´ Women´s Lib
mengamati bahwa peran kaum perempuan dalam hubungannya dengan kaum
laki-laki dalam masyarakat kapitalis terutama Amerika Serikat tidak
lebih seperti hubungan yang dijajah dan penjajah. Di tahun 1968 kelompok
ini secara terbuka memprotes diadakannya ´Miss America Pegeant´ di
Atlantic City yang mereka anggap sebagai ´pelecehan terhadap kaum
wanita´ dan ´komersialisasi tubuh perempuan.´ Gema ´pembebasan kaum
perempuan´ ini kemudian mendapat sambutan di mana-mana di seluruh dunia.
Gerakan
ini adalah itikad baik kaum perempuan, dan semestianya mendapat
dukungan bukan saja dari kaum perempuan tetapi juga seharusnya dari kaum
laki-laki, tetapi mengapa kemudian banyak kritik diajukan kepada
mereka?
5.A. SASARAN KRITIK TERHADAP FEMINISME
Sebenarnya
awal bangkitnya gerakan kaum perempuan itu banyak mendapat simpati
bukan saja dari kaum perempuan sendiri tetapi juga dari banyak kaum
laki-laki, tetapi perilaku kelompok feminisme radikal yang bersembunyi
di balik "women´s liberation" telah melakukan usaha-usaha yang lebih
radikal yang berbalik mendapat kritikan dan tantangan dari kaum
perempuan sendiri dan lebih-lebih dari kaum laki-laki.
Organisasi-organisasi agama kemudian juga menyatakan sikapnya yang
kurang menerima tuntutan "Women´s Lib" itu karena mereka kemudian banyak
mengusulkan pembebasan termasuk pembebasan kaum perempuan dari agama
dan moralitasnya yang mereka anggap sebagai kaku dan buah dari ´agama
patriachy´ atau ´agama kaum laki-laki.´
Memang
memperjuangkan kesamaan hak dalam memperoleh pekerjaan, gaji yang
layak, perumahan maupun pendidikan harus diperjuangkan, dan bahkan
pemberian hak-suara kepada kaum perempuan juga harus diperjuangkan,
tetapi kaum perempuan juga harus sadar bahwa secara kodrati mereka lebih
unggul dalam kehidupan sebagai pemelihara keluarga, itulah sebabnya
adalah salah kaprah kalau kemudian hanya karena kaum perempuan mau
bekerja lalu kaum laki-laki harus tinggal di rumah memelihara anak-anak
dan memasak.
Bagaimanapun
kehidupan modern, kaum perempuan harus tetap menjadi ibu rumah tangga.
Ini tidak berarti bahwa kaum perempuan harus selalu berada di rumah, ia
dapat mengangkat pembantu atau suster bila penghasilan keluarga cukup
dan kepada mereka dapat didelegasikan beberapa pekerjaan rumah tangga,
tetapi sekalipun begitu seorang isteri harus tetap menjadi ibu rumah
tangga yang bertanggung jawab dan rumah tangga tidak dilepaskan begitu
saja.
Bila
semula gerakan kaum perempuan "feminisme" itu lebih mengarah pada
perbaikan nasib hidup dam kesamaan hak, kelompok radikal "Women´s Lib"
telah mendorongnya untuk mengarah lebih jauh dalam bentuk kebebasan yang
tanpa batas dan telah menjadikan feminisme menjadi suatu "agama baru."
Sebenarnya
halangan yang dihadapi ´feminisme´ bukan saja dari luar tetapi dari
dalam juga. Banyak kaum perempuan memang karena tradisi yang terlalu
melekat masih lebih senang ´diperlakukan demikian,´ atau bahkan ikut
mengembangkan perilaku ´maskulinisme´ dimana laki-laki dominan Sebagai
contoh dalam soal pembebasan kaum perempuan dari ´pelecehan seksual´
banyak kaum perempuan yang karena dorongan ekonomi atau karena
kesenangannya pamer justru mendorong meluasnya prostitusi dan
pornografi. Banyak kaum perempuan memang ingin cantik dan dipuji
kecantikannya melalui gebyar-gebyar pemilihan ´Miss´ ini dan ´Miss" itu,
akibatnya usaha menghentikan yang dianggap ´pelecehan´itu terhalang
oleh sikap sebagian kaum perempuan sendiri yang justru ´senang berbuat
begitu.´
Halangan
juga datang dari kaum laki-laki. Kita tahu bahwa secara tradisional
masyarakat pada umumnya menempatkan kaum laki-laki sebagai ´penguasa
masyarakat,´ (male dominated society) bahkan masyarakat agama dengan
ajaran-ajarannya yang orthodox cenderung mempertebal perilaku demikian.
Dalam
agama-agama sering terjadi ´pelacuran kuil´ dimana banyak gadis-gadis
harus mau menjadi ´pengantin´ para pemimpin agama seperti yang
dipraktekkan dalam era modern oleh ´Children of God´ dan ´Kelompok David
Koresy´, dan di kalangan Islam fundamentalis banyak dipraktekkan
disamping poligami juga bahwa kaum perempuan dihilangkan identitas
rupanya dengan memakai kerudung sekujur badannya atau bahwa kaum
perempuan tidak boleh menjadi pemimpin yang membawahi laki-laki, dan
bukan hanya itu ada kelompok agama di Afrika yang yang mengharuskan kaum
perempuan di sunat hal mana tentu mendatangkan penderitaan yang tak
habis-habisnya bagi kaum perempuan. Di segala bidang jelas kesamaan hak
kaum perempuan sering diartikan oleh kaum laki-laki sebagai pengurangan
hak kaum laki-laki, dan kaum perempuan kemudian menjadi saingan bahkan
kemudian ingin menghilangkan dominasi kaum laki-laki di masyarakat!
Kritikan
prinsip yang dilontarkan pada feminisme khususnya yang radikal (Women´s
Lib) adalah bahwa mereka dalam obsesinya kemudian ´mau menghilangkan
semua perbedaan yang ada antara perempuan dan laki-laki.´ Jelas sikap
radikal yang mengabaikan perbedaan kodrat antara kaum perempuan dan
laki-laki itu tidak realistis karena faktanya toh berbeda dan
menghasilkan dilema, sebab kalau kaum perempuan dilarang meminta cuti
haid karena kaum laki-laki tidak haid pasti timbul protes, sebaliknya
tentu pengusaha akan protes kalau kaum laki-laki diperbolehkan ikut
menikmati ´cuti haid dan hamil´ padahal mereka tidak pernah haid dan
tidak mungkin hamil.
Dalam
etika kehidupan-pun, sebagian besar masyarakat kita masih menganggap
kaum perempuan adalah kaum yang lebih lemah. Kita jumpai dalam setiap
kejadian emergency, kebakaran, kecelakaan dan bencana lainnya. Para
"team penolong" selalu akan menolong "women and children" lebih dahulu.
Ini sebenarnya didasari atas rasa kemanusiaan saja bukan atas
diskriminasi gender.
Kesalahan
fatal feminisme radikal ini kemudian menjadikan laki-laki bukan lagi
sebagai mitra atau partner tetapi sebagai ´saingan´ (rival) bahkan
´musuh ´ (enemy)!´ Sikap feminisme yang dirusak citranya oleh kelompok
radikal sehingga menjadikannya ´sangat eksklusif´ itulah yang kemudian
mendapat kritikan luas.
Kritikan
lain juga diajukan adalah karena dalam membela kaum perempuan dari
sikap ´pelecehan seksual;´ mereka kemudian ingin melakukan kebebasan
seksual tanpa batas, seperti ´Women´s Lib´ mendorong kebebasan seksual
sebebas-bebasnya termasuk melakukan masturbasi, poliandri, hubungan
seksual antara orang dewasa dan anak-anak, lesbianisme, bahkan
liberalisasi aborsi dalam setiap tahap kehamilan. Kebebasan ini tidak
berhenti disini karena ada kelompok radikal yang ´menolak peran kaum
perempuan sebagai ibu rumah tangga´ dan menganggap ´perkawinan´ sebagai
belenggu. Andrea Dworkin bahkan menganggap &380361hubungan seksual
antara laki-laki dan perempuan tidak beda dengan perkosaan!´. Dalam hal
yang demikian sikap ´Women´s Lib´ sudah melenceng jauh terhadap hubungan
normal cinta-kasih antara laki-laki dan perempuan.
Di
kalangan agama Kristen, feminisme itu lebih lanjut mempengaruhi
beberapa teolog-perempuan yang menghasilkan usulan agar sejarah Yesus
yang sering disebut sebagai ´History´ diganti dengan ´Herstory´ dan
lebih radikal lagi agar semua kata ´Bapa´ untuk menyebut Allah dalam
Alkitab harus diganti dengan kata ´Ibu.´ Ibadah dan pengakuan iman
(Credo) tidak lagi menyebut ´Allah Bapa tetapi Allah Ibu´ atau the
´Mother Goddess,´ bahkan lambang salib perlu diganti dengan meletakkan
tanda O (bulatan) tepat diatas lambang salib Kristus sehingga menjadi
lambang kaum perempuan.
Kita
sekarang menghadapi era informasi dimana kedudukan kaum perempuan
dibanyak segi bisa lebih unggul dari kedudukan kaum laki-laki. Dalam hal
dimana kedudukan isteri lebih baik daripada suami memang keadaanya bisa
sukar dipecahkan, tetapi keluarga Kristen tentunya harus memikirkan
dengan serius pentingnya peran ibu rumah tangga demi menjaga
kelangsungan keturunan yang ´takut akan Tuhan´ (Maz.78:1-8), dan
disinilah pengorbanan seorang ibu perlu dipuji. Dalam hal seorang ibu
berkorban untuk mendahulukan keluarga sehingga bagi mereka karier
dinomor duakan atau dijabat dengan ´paruh waktu´ lebih-lebih selama
anak-anak masih kecil, seharusnya para suami bisa lebih toleran menjadi
´penolong´ bagi isteri dalam tugas ini.
Sungguh
sangat disayangkan bahwa banyak tokoh-tokoh perempuan sendiri tidak
mengakui "pekerjaan ibu rumah tangga sebagai profesi" dan menganggapnya
lebih inferior daripada misalnya pekerjaan sebagai dokter, pengacara
atau pengusaha, dalam sikap ini kita dapat melihat sampai dimana kuku
feminisme radikal sudah pelan-pelan menusuk daging.
Pernah
ketika ada kunjungan Gorbachev, presiden Rusia waktu itu, yang
berkunjung ke Amerika Serikat, isterinya "Raisa" bersama "Barbara",
isteri presiden Amerika Serikat George Bush Sr. , diundang untuk
berbicara disuatu "Universitas perempuan yang terkenal." Ketika keduanya
berbicara, sekelompok perempuan yang bergabung dengan "women"s lib"
meneriakkan yel-yel bahkan membawa poster yang mencemooh mereka karena
mereka hanya menjadi ibu rumah tangga yang tidak bisa mempunyai karier
sendiri. Bahkan, beberapa profesor perempuan menolak hadir karena merasa
direndahkan bila mendengar pembicara perempuan yang hanya seorang ibu
rumah tangga. Pembawa Acara, menanggapi kritikan-kritikan itu kemudian
berkomentar bahwa "memang keduanya adalah ibu rumah tangga, tetapi
karena dampingan keduanya, dua orang paling berkuasa di dunia dapat
menciptakan kedamaian di dunia, suatu profesi luhur yang tiada taranya!"
5.B.SEBUAH INTROSPEKSI
Dibalik
kritikan yang ditujukan terhadap "Women"s Lib" khususnya dan
"Feminisme" umumnya, kita perlu melakukan introspeksi karena sebenarnya
"feminisme" itu timbul sebagai reaksi atas sikap kaum laki-laki yang
cenderung dominan dan merendahkan kaum perempuan. Ini terjadi bukan saja
di kalangan umum tetapi lebih-lebih di kalangan yang meng "atas
namakan" agama memang sering berperilaku menekan kepada kaum perempuan.
Dalam
menyikapi "feminisme" sebagai suatu gerakan, kita harus berhati-hati
untuk tidak menolaknya secara total, sebab sebagai "gerakan persamaan
hak" harus disadari bahwa usaha gerakan itu baik dan harus didukung
bahkan diusahakan oleh kaum-laki-laki yang dianggap bertanggung jawab
atas kepincangan sosial-ekonomi-hukum-politis di masyarakat itu
khususnya yang menyangkut gender. Yang perlu diwaspadai adalah bila
feminisme itu mengambil bentuk radikal melewati batas kodrati sebagai
"gerakan pembebasan kaum perempuan" seperti yang secara fanatik
diperjuangkan oleh "Women"s Lib."
Bagi
umat Kristen, baik umat yang tergolong kaum perempuan maupun
kaum-laki-laki, keberadaan "sejarah Alkitab" harus diterima sebagai
"History" dan data-data para patriach (bapa-bapa Gereja) tidak perlu
diubah karena masa primitif dan agraris memang mendorong terjadinya
dominasi kaum laki-laki, tetapi sejak masa industri lebih-lebih masa
informasi, kehadiran peran kaum perempuan memang diperlukan dalam
masyarakat selain peran mereka yang terpuji dalam rumah tangga dan
Alkitab tidak menghalanginya. Tetapi sekalipun begitu, Alkitab dengan
jelas menyebutkan adanya perbedaan kodrati dalam penciptaan kaum
laki-laki dan kaum perempuan. Kaum laki-laki memang diberi perlengkapan
otot yang lebih kuat dan daya juang yang lebih besar, tetapi kaum
perempuan diberi tugas sebagai "penolong" yang sejodoh yang sekaligus
menjadi ibu anak-anak yang dilahirkan dari rahimnya.
Kita
harus sadar bahwa arti "penolong" bukanlah berarti "budak" tetapi
sebagai "mitra" atau "tulang rusuk yang melengkapi tubuh." Kesamaan hak
harus dilihat dalam rangka tidak melanggar kodrat manusia. Kita harus
sadar bahwa kotbah-kotbah yang sering menyalahgunakan ayat-ayat Efesus
fasal 5 tentang "hubungan suami dan isteri" (yang juga dilakukan oleh
banyak penginjil perempuan) harus diletakkan dalam konteks bahwa "suami
harus mengasihi isterinya" (Efs.5:25). Tunduk dalam ayat-22 bukan
sembarang tunduk (seperti kepada penjajah atau majikan) tetapi seperti
kepada Tuhan (Kristus), dan "kasih" bukanlah sekedar cinta tetapi dalam
pengertian "kasih Kristus" yang "rela berkorban demi jemaat" (Efs.5:25)
dan seperti "laki-laki mengasihi" dirinya sendiri" (Efs.5:33). Tentu
kita sadar bahwa "berkorban" itu jauh lebih besar dan sulit dilakukan
daripada "tuntuk" bukan?
Gerakan
feminisme sudah berada di tengah-tengah kita, peran kaum perempuan yang
cenderung dimarginalkan dalam masyarakat "patriachy" sekarang sudah
mulai menunjukkan ototnya. Semua perlu terbuka akan kritik kaum
perempuan yang dikenal sebagai penganut "feminisme" tetapi feminisme
harus pula mendengarkan kritikan dari kaum perempuan sendiri maupun kaum
laki-laki agar "persamaan" (equality) tidak kemudian menjurus pada
"kebebasan" (liberation) yang tidak bertanggung jawab.
0 komentar