Ketika Keperawanan dan Kekerasan Fisik Menjadi Landasan Cinta
Di zaman
yang super canggih ini, informasi apapun bisa dicari via internet.
Kecanggihan teknologi ini terkadang memang melenakan kita hingga kita
menjadi candu terhadap internet. Apalagi dengan adanya situs jejaring
sosial bernama facebook, twitter, google + dsb, era internet ini makin
merambah dari kalangan anak muda hingga orang tua.
Waktu
saya kuliah d3 dulu, jejaring sosial yang bernama friendster sedang
naik daun. Karena saya bingung mau buatnya, saya pun meminta seorang
teman untuk membuatkan untuk saya, beruntung saya cepat belajar, jadi
saya pun mengerti tentang friendster. Ternyata teman sekolah saya,
sebutlah namanya Kiki sudah mengerti friendster, lalu sayapun lebih
belajar lagi sama kiki.
***
Kiki
adalah seorang mahasiswi pintar, terbukti ia mampu menembus SPMB (saat
itu) dan menjadi salah satu mahasiswi di sebuah Perguruan Tinggi Negeri
(PTN) di Kota Medan. Saat itu ia sedang benar-benar menikmati kuliahnya
dan sering mengunjungi warnet yang terdapat di dekat kampusnya. Setelah
gooling kesana kemari dan tugas-tugasnya selesai, iseng-iseng Kiki
membuka friendster dan seperti kebiasaan kita di facebook, kita pun
berkenalan dengan orang-orang baru.
Kiki
berkenalan dengan seorang pria, sebutlah namanya Nico. Nico ini tidak
berdomisili di Medan. Komunikasi lewat friendster pun berlanjut ke
saling bertukar nomor ponsel. Singkat cerita, Nico pun memutuskan untuk
hijrah ke Medan.
Setelah kopi darat, mereka pun sepakat untuk berpacaran. Sekitar sebulan setelah itu, terjadilah
hal yang tidak di inginkan. Menurut pengakuan Nico kepada saya, mereka
sudah berhubungan layaknya suami istri. Seketika saya pun terhenyak, tak
percaya bahwa teman saya telah melakukan itu. Namun mau tak mau saya
pun akhirnya percaya setelah Kiki pun berterus terang. Jujur saja saya
sedih membayangkannya. Saya takut Kiki hamil di luar nikah, namun Kiki
berkata “itu emang udah rencana kami da, biar bisa menikah”, namun sang jabang bayi tak kunjung hadir.
Pernah
suatu ketika saya tak sengaja menyenggol lengan Kiki, lalu ia mengeluh
sakit dan menyembunyikan lengannya dari saya. Saya yang penasaran terus
memaksa Kiki untuk memperlihatkan lengannya, dan alangkah terkejutnya
saya terdapat lebam berwarna biru dan merah di lengan itu. Kiki
mengatakan itu akibat jatuh. Saya tentunya tak percaya, dan berkata “jatuh dari mana sampai begitu lebamnya, ki? Jujurlah kau sama aku”.
Dan kiki pun mengatakan, “ini dipukul sm Nico, da”. Kiki
melanjutkan ceritanya bahwa selama mereka pacaran, kiki kerap menjadi
sasaran kemarahan Nico, entah itu lewat caci maki atau pun pukulan.
Hubungan mereka pun sering putus, tak lama mereka pun kembali bersama.
Namun cacian dan pukulan masih terjadi. Saya menyarankan agar akhiri
saja hubungan mereka, saya tidak sanggup kalau melihat teman saya
menjadi krban pacarnya sendiri. Namun, Kiki belum mau “dia cinta sama aku da, dan aku pun begitu”.
Sampai
suatu ketika, orang tua Kiki mengetahui kelakuan Nico yang sangat tidak
pantas terhadap putri mereka. Orang tua Kiki pun berang dan mendatangi
Nico di kediamannya. Sempat ributlah disitu dan orang tua Kiki menyuruh
mereka untuk memutuskan hubungan mereka. Sejak saat itu praktis mereka
tidak pernah berhubungan lagi.
***
Saat
itulah saya mulai sadar bahwa kekerasan tidak hanya terjadi dalam rumah
tangga (KDRT) sebagaiman yang biasa kita dengar, kekerasan dalam
berpacaran (KDP) pun kerap terjadi. Kejadian yang dialami oleh teman
saya jelas saja telah melukai perasaannya, fisiknya maupun psikisnya.
Buat
kaum adam, cintai dan hargai pacar anda sebagaimana anda mencintai dan
menghargai ibu dan saudara perempuan anda yang lain. Pastinya anda juga
akan marah jika keluarga anda disakiti oleh orang lain.
Dan
buat kaum hawa, jika pacar telah berani berbuat kasar maka ada baiknya
jika dibicarakan lagi, langsung katakan pada sang lelaki kalau anda
tidak suka diperlakukan kasar. Namun jika kekasaran itu masih tetap
berlanjut, maka tidak ada salahnya jika anda memutuskan hubungan anda
dengannya sembari merefleksi diri untuk mencari pengganti sang pacar.
Sebelum
memutuskan untuk menikah dengan laki-laki seperti Nico, ada baiknya di
pikirkan lagi ya.. Cinta sih cinta, tapi kalau kerap mendapat
penyiksaan fisik? siapa yang sanggup bertahan ? Pasti tidak ada.
0 komentar