Selamat Ulang Tahun, Sahabat
Kau menari-nari dalam imagiku. Ketika ia semakin liar, tanpa
mampu kuenyahkan, ia semakin menjadi-jadi. Ia memaksaku untuk mengatakan
sesuatu yang, “ah... ini salah,” pikirku cepat saat itu. Namun entah disebabkan
oleh kebutuhan, tanpa sengaja, kuizinkan segalanya rusak.
Ada kau yang seharusnya menjadi salah seorang sahabat
lelakiku, seperti mereka. Namun, liarnya hasrat, seketika menghancurkan
segalanya. Kita saling diam, bertegur sapa seperlunya, dan ini menyiksaku,
walau memang hanya beberapa saat.
Beberapa saat yang hingga kini masih kusesali, mengapa harus
kunyatakan kebutuhanku padamu. Padahal, aku tahu, kita tak pernah saling
mengenal sebelumnya. Baiklah, aku sudah merelakannya. Kusadari, saat itu adalah
kealpaanku. Kesalahan yang patut menjadi cambuk buatku agar tak sembarangan
meletakkan hatiku. Nah, untuk kesalahan yang bodoh itu, aku ingin memohon maaf.
*
Hatiku yang nyatanya masih merindukan sesosok bayang yang
tanpa pernah kutahui wujudnya. Hanya lewat interaksi intens kami saat kita
belum seakrab kemarin. Komunikasi kami, kurasakan tingkat kenyamanan yang
memang selama ini kucari. Bukankah pernah kukatakan padamu, aku membutuhkan
kenyamanan.
Kenyamanan darinya yang hilang, kutemukan pada sosokmu.
Namun, ternyata lagi-lagi aku salah menempatkan hati. Kalian sama saja,
sama-sama menoreh luka yang cukup dalam di hatiku, hingga membuatku melupakan
bahwa kebutuhan akan cinta adalah mutlak dalam hidup setiap Hamba-Nya,
setidaknya hingga saat ini.
*
Saat ini, aku tak bisa mencintai lagi. Bukan, bukan
disebabkan orientasi seksualku yang telah berubah. Percayalah, aku masih
seutuhnya perempuan. Aku masih membutuhkan kaummu. Namun, tengah kupagari
hatiku agar rasa sakitnya tak meninggalkan bekas mendalam lagi. Aku sudah
terlalu jera bahkan jengah dengan munafiknya kaummu. Semuanya sudah kulupakan,
dan aku memasrahkan diriku seutuhnya pada-Nya. Segala rencana-Nya, adalah
rahasia-Nya. Kau dan dia, mungkin hanya bagian dari hidupku yang telah
kupasrahkan.
Terima kasih karena kau tak pernah berubah padaku. Terima
kasih masih peduli padaku, walaupun mungkin hanya sepintas lalu. Namun, yang
membuatku tersenyum sendiri adalah kau masih mengetahui kesukaan dan hobiku
menulis, bahkan ketertarikanku akan situasi dan kondisi perpolitikan negeri ini.
Terima kasih masih sedikit mengikuti gerakku, hahaha... Maaf, mungkin aku saja
yang ke-Gr-an.
*
Last but not least, izinkan
kuucapkan selamat ulang tahun untukmu, Sahabat. Ucapannya segala yang terbaik,
semoga tercurah dari-Nya untukmu. Sama, seperti ucapan biasa yang pernah kau
dengar, entah dari keluarga, teman, atau bahkan kekasihmu. Ya, kekasihmu. Mana
dia? Apa kabar dia? Semoga kalian baik-baik saja.
“Apa, kau katakan aku tak romantis karena tak mendo’akanmu?”
Aku tak bisa mengungkapkan sisi romantisku sembarangan. Kan sudah kukatakan
sedari awal, dan kurasa, sudah kau ketahui. Aku hanya orang luar yang kebetulan
mengenalmu dan ingin berbuat baik padamu.
Yang pasti, aku tak ingin kauberubah padaku. Tetap manis dan
sopan seperti biasanya. Bila kau sukses, tetap pergunakan ilmu padi. Kau
tahu ilmu padi, bukan?
Untuk seorang sahabat, penyuka Sheila On7
0 komentar